"Kurasa sebuah backdraft, Rani. Tempat ini sangat berbahaya, akan segera meledak!"
"Tapi, Leon!" Dalam rasa sakitnya, Rani melihat tubuh Leon tertelungkup dengan wajahnya di atas aspal kasar, "Suamiku, cepat ke sana dan bantu dia. Apa yang tadi kukatakan kepadanya hanya agar ia mau menyelamatkan diri saja!"
"Aku tahu, oke, tapi ini semua demi dirimu!"
Orion berdoa sejenak, berusaha berdiri tegak dan segera menjemput Leon. Ia menemukan tubuh pemuda itu terkulai lemas. Darah segar mengalir di sekujur wajahnya. "Bertahanlah, Leon. Kita pulang!"
Berhasil mendapatkan tubuh Leon walau entah nyawanya masih bisa diselamatkan atau tidak, Orion bergegas kembali ke tempat Rani. Mereka bersama-sama berusaha keras untuk menuju sepeda motor Orion yang terparkir di kejauhan.
"Ayo, cepat! Kita berangkat... hang on, Leon! Bertahanlah, kita bisa selamat, kita akan segera pulang..." Rani mendudukkan pemuda itu di antara dirinya dan Orion. Ketiganya segera pergi tanpa ingin berpaling sedikitpun.
Ledakan-ledakan di pompa bensin semakin intens ibarat kawah gunung berapi. Para penyabotase yang mengurung diri tadinya sudah hendak keluar menyelamatkan diri, namun sekarang sudah sangat terlambat! Pintu keluar satu-satunya, walau sudah terbuka, kini terkurung lautan api.
"Tidaaaaak!"
Bagaikan menemukan neraka dalam film-film horor, puluhan jiwa itu terpaksa pasrah menerima takdir bahwa nyawa mereka harus berakhir malam ini. Bukan dimangsa para zombie maupun diberondong peluru para saingan survivor, melainkan habis dijilat api dari puluhan ribu liter bahan bakar yang mereka mati-matian kuasai dan pertahankan selama ini!
Hanya dalam beberapa menit setelah kepergian Orion bersama dua penumpangnya, pompa bensin itu sudah tinggal sejarah. Habis terbakar bersama letupan-letupan api maha panas yang masih terus terjadi seakan takkan pernah berhenti.Â
(bersambung)