"Ya. Saat ia baru saja menghisap cerutunya, kubidik dan kutembak dia demi pemantik ini!" Leon tertawa-tawa bagai kesetanan, "Memang bukan seorang zombie, tetapi kebetulan sekali aku memang sangat butuh benda ini!" Menyapukan pandang ke segala arah, Leon berseru sekeras mungkin agar semua makhluk bisa mendengarnya, "Maharani Cempaka, aku tahu pasti kau masih berada di sekitar tempat ini. Segera serahkan dirimu kepadaku, atau... atau...
Akan kuledakkan pompa bensin ini!"
"Astaga, Leon, tidak! Apa yang kau lakukan? Jangan bodoh! Rani, kau berdiri di sini saja! Aku harus menyelamatkan nyawa bocah nekat itu!" Orion melepaskan tubuh Rani dan berlari, mencoba mendekat. Akan tetapi Leon mengancam siapapun yang ada di sekelilingnya dengan acungan senjatanya.
"Oh, jadi kau, Papa Orion, orang yang menyelamatkan gadis asing yang telah kau jadikan orang ketiga berikutnya dalam keluarga kami! Kalian berselingkuh! Benar dugaanku selama ini. Kalian sudah berani bermain api di belakang ibuku!" Leon tertawa-tawa seakan-akan baru saja menceritakan lelucon terlucu di dunia.
Didekatinya deretan tangki-tangki pendam di mana tepat di bawah kakinya tersimpan entah berapa belas atau puluhan ribu liter bahan bakar. Walaupun tak ada celah terbuka, aroma bahan bakar tercium keras di udara.Â
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H