"Leon, hentikan!"
"No-no-nona Rani?"
Maharani sendiri tak tahu mengapa ia tetiba bisa mendapatkan keberanian (atau kenekatan) seperti ini. Sekarang ia berlari keluar dari balik pohon menuju titik di mana Leon berdiri.
"Stop, jangan mendekatiku, Nona Rani! Ada bahaya besar menunggu kita!"
"A-a-apaaa? Leon, jika begitu, mengapa kau sendiri tetap maju?"
Tentu saja semua mata manusia tak ayal turut memandang kehadiran tak terduga wanita muda yang came out from nowhere itu. Kenneth, Leon maupun semua anggota rombongan go downtown! Juga para penjaga 'benteng pompa bensin' yang tadi hendak menyasar pemuda tak dikenal yang mendekat.
"Pria itu, Le-le-leon Delucas?" mereka tak mampu terus membidik, spontan menurunkan semua laras senjata api, "Bukankah ia putra Lady Rosemary Delucas? Mengapa ia bisa ada di sini? Bukankah mereka melakukan isolasi sekeluarga, membuat suaka pribadi?"
Sebetulnya hampir semua penduduk Chestertown sangat segan dan tak berani main-main dengan Keluarga Bangsawan Delucas. Selama berabad-abad, mereka telah menjadi ningrat terpandang dan cukup berpengaruh di kota kecil itu. Akan tetapi, apakah semua masih memiliki efek pada masa-masa kekacauan di akhir zaman ini?
"Ide bagus, Teman-teman! Bagaimana jika Leon Delucas kita culik saja? Aku yakin mereka kemari karena menginginkan minyak! Bagaimana dengan sedikit barter, Teman-teman?"
"It's a brilliant idea! Kami siap laksanakan! Ayo, Leon! Come to us!"
Leon tampaknya kesal dan terpancing dengan tantangan orang-orang tak dikenal itu. Panas hati, semua siap ia layani. "Hah, ternyata begini sikap asli kalian, penduduk-penduduk Chestertown yang selama ini kami anggap sebagai rakyat dan pendukung kami!"
Kenneth menggeram kesal. Maharani semakin dekat juga, pasti akan ada yang tak diinginkan. 'Apa yang harus kulakukan?' Kenneth bersiap-siap untuk membidik seandainya satu dari orang-orang itu berani bertindak macam-macam entah kepada Rani maupun Leon.
Tetiba terdengar suara letusan senjata api. Di hadapan semua, sesosok tubuh roboh tersungkur seketika.
Maharani menjerit sejadi-jadinya.
Kenneth dan yang lain sadar, akibat suara-suara itu, ada yang kini ikut hadir di antara mereka!
***
"Apa maksudmu, Orion Suamiku tercinta?" selidik Lady Rosemary Delucas sambil menyipitkan mata, begitu pula Edward Bennet.
Orion tersenyum dingin di balik maskernya. "Aku tahu pria ini bukan seorang pendeta. Edward Bennet seorang penipu! Sesungguhnya aku sudah tahu semua tentangnya!"
Semua orang yang bisa mendengar percakapan dalam upacara pemakaman tengah malam nan hening itu tersentak. Tentu saja kecuali anak-anak buahnya penghuni kamp yang sudah mengetahui segalanya sejak awal.
"Oh ya? Sungguh sebuah kejutan dan keajaiban tak terduga. Nice try, Sir. Namun izinkanlah aku bertanya. Dari mana Anda tahu jika aku seorang penipu, dan adakah bukti kuat atas tuduhanmu itu?" Edward Bennet tetap berusaha tenang, tak ingin tampak tertekan.
Sementara Lady Rose malah tampak semakin tegang, hanya bisa menggigit bibir. Dugaanku benar. Pasti Orion sudah mendengar semua saat aku berusaha membunuh Edward Bennet tadi! Sekarang, aku harus segera mengambil keputusan!
"Aku memiliki buktinya. Namun ada yang seharusnya ikut hadir bersama kita di sini saat ini. Tanpa dia, aku takkan bicara sepatah katapun!"
"Oh, salah satu dari orang-orang yang ikut go downtown ya? Tentu saja aku tak tahu siapa, Sir. Namun situasi kota sedang sangat tidak baik-baik saja." Edward Bennet terkikih-kikih, "Well, kita harap saja mereka bisa kembali dengan selamat untuk menguatkan kesaksianmu. Lagipula, untuk apa semua itu? Penipu atau bukan, resmi atau bukan, tetaplah aku seorang Hamba Tuhan. Mengapa-apakanku walau seujung jari saja adalah sebentuk dosa besar."
Kali ini Lady Magdalene turut angkat suara, "Aku juga adalah saksi atas semuanya. Rosemary Sahabatku, sesungguhnya pada awalnya aku sangat percaya kepadamu. Akan tetapi sayang sekali, ternyata diam-diam kau sudah mengkhianatiku."
"Ma-ma-mag? Kau juga? What's wrong, My Bestie?" Alis Lady Rose terangkat, "Ada apa dengan tengah malam ini? Mengapa semua tetiba menjadi runyam?"
Dimasukkannya tangan ke dalam saku jaket. Rose merasa perlu segera membungkam seseorang saat ini juga!
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H