"A-a-apa maksudmu, Sayang?"
***
Sementara itu Leon masih bersikukuh untuk melanjutkan perjalanan solonya ke pompa bensin.
"Hei, Bung, kau nekat sekali! Coba kau tunjukkan kartu identitas atau apapun, agar kami tahu jika kau bukan seorang zombie!" Kelompok yang menguasai sumber daya energi itu bersiap-siap untuk menembak.
Leon mendengar suara kokangan senjata-senjata api. Ia tahu ia sudah dibidik. Tetapi pemuda itu tak peduli.
Kenneth menyaksikan dalam diam tanpa kedip. Astaga. Leon, jangan! Berhentilah, kau bisa celaka! Apa yang bisa kukatakan kepada ibumu apabila terjadi sesuatu yang buruk pada dirimu malam ini?
Sementara dari arah lain, Maharani hampir tiba. Ia belum menyadari ketegangan yang sedang terjadi. Dan begitu Rani bisa melihat sendiri dari jarak yang memungkinkan, ia segera bersembunyi di balik pohon terdekat.
Astaga, itu Leon! Mengapa ia berjalan sendirian ke sana, dan siapa gerangan orang-orang asing di kejauhan itu?
Kenneth juga belum melihat kedatangan Rani. Sepucuk senjata api di tangannya ia persiapkan, demikian pula beberapa orang bersenjata di rombongannya.
Dammit, haruskah aku mencegah anak itu sebelum terjadi pertumpahan darah?
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H