"Maafkan aku, Nona! Tapi aku sungguh peduli kepadamu!" Leon tak bisa menahan-nahan lagi perasaannya yang selama ini hanya diutarakan lamat-lamat, "Kau mungkin tak pernah akan mencintaiku, seorang anak ingusan, begitu bukan istilah Evernesianya? Tetapi jujur saja aku sangat mencintaimu! Dan demi dirimu aku rela mati muda kapan saja!"
"Leon, what did you say?" Rani sama sekali tak menduga jika ia akan menerima pernyataan cinta dalam keadaan terjepit seperti ini, "Pemikiran yang sangat bodoh! Jangan katakan kau akan mati! Kita semua akan baik-baik saja!"
"Kalau begitu, ayo tolong aku, berlarilah!"
Rani dan Leon kembali berlari, semakin cepat meninggalkan para zombie yang terus menggapai-gapai. Ada yang masih bisa berjalan cepat walau sedikit gontai, ada yang langkahnya pincang atau terseret-seret akibat kaki-kaki yang tak lagi utuh. Mereka bagai kawanan hewan liar tak terduga, bisa tetiba bergerak cepat tanpa komando.
Sayangnya, perempatan jalan utama Chestertown yang mereka tuju ternyata menyimpan masalah yang lebih besar!
"Oh, Nona Rani, wait a minute. Di ujung sana..."
Bukan hanya gerombolan dari SOHO yang mengekor mereka. Jauh di depan sana, satu gerombolan lagi ternyata sedang berpatroli mencari apapun atau siapapun yang bisa dijadikan kudapan!
"Kurasa kita akan terkepung. Cara untuk bergerak lebih efisien dan memencarkan mereka adalah berpencar. Kita berpisah dan bertemu lagi di pom bensin. Letaknya hanya beberapa ratus meter di ujung jalan sebelah sana!" Leon menunjuk arah tertentu.
"Oh, baiklah!" Rani sedang tak punya ide, "Aku lari ke arah sini, kau ke sana. Kita akan bertemu di pom bensin sesegera mungkin."
***
Ternyata kali ini Rose tak ingin lagi main-main dengan Edward. Tak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini ia siap membungkam pendeta palsu ini untuk selamanya...