"Terima... kasih..."
Orion meraih sepucuk senjata tangan kecil dari sakunya, menempelkannya ke pelipis Russell.
Lalu ditariknya pelatuk senjata itu.
Tak berisik karena berperedam, tak sakit karena begitu cepat. Dan semua penderitaan Russell pun berakhir, kali ini untuk selamanya.
***
"Orion!" Rani tetiba menjeritkan nama suami rahasianya.
"What the hell, Nona Rani! Ada apa dengan Papa Orion?" Leon mengguncang-guncang bahu gurunya.
"Oh! Aku tertidur! Mimpi, syukurlah hanya sebatas mimpi buruk!" Rani terjaga. Ia masih terduduk di bus. Semua penumpang memandangnya heran.
"Mengapa mesti nama Tuan Orion Delucas dan bukan namaku saja?" Kenneth tergelak, meski dalam hati ia sangat tak senang tiap Rani menyinggung nama saingannya itu.
"Oh, just forget it, maafkan aku. Just a light nightmare. Aku tertidur karena lelah." Rani buru-buru menambahkan.
"Pasti gara-gara kejadian tadi, Dokter!" Leon merutuk, "Anda tak ingin kita semua bertindak ceroboh, malah sebaliknya Anda yang pertama melakukan!"