Pada suatu musim penghujan di sebuah desa nan tenang permai, seekor Kunang-kunang yang masih muda tersesat ke beranda rumah kecil keluarga manusia. Ia tak bisa menemukan kawanannya. Maka ia menunggu sambil berputar-putar kebingungan.
"Aduh, aku ternyata tertinggal gara-gara keasyikan berkelana sendirian saat menjelajah bersama-sama sepanjang siang. Sekarang bagaimana aku bisa terbang kembali ke kawanan dan keluargaku? Hari sedang hujan, sekarang sudah hampir malam, dan mereka tak juga datang mencariku."
Dalam kebingungannya, Kunang-kunang bertemu dengan kawanan Laron. Sore itu para Laron tampak senang karena bohlam lampu penerang sederhana di teras rumah sebentar lagi akan dinyalakan.
"Wahai Laron-laron yang baik hati, apakah kalian tahu jalan menuju ke telaga sunyi, tempat tinggalku?"
"Hai Kunang-kunang, maafkan kami, kami lebih suka berada di sini di bawah bohlam yang sebentar lagi akan dinyalakan. Jadi, sejujurnya kami tidak pernah tahu jalan ke tempat yang kamu sebutkan itu."
"Aduh, jadi apa yang harus kulakukan? Aku sendirian di sini dan tak ada kunang-kunang lain yang akan datang menjemputku."
"Bagaimana jika kamu ikut saja bersama kami, mendekati bohlam yang hangat dan terang yang akan menyala sebentar lagi? Siapa tahu jika kau terbang ke atas sana, pemandangannya lebih tinggi, sehingga kau bisa melihat ke mana arah telaga sunyi sebelum matahari benar-benar terbenam."
Kunang-kunang yang nyaris putus asa itu tertarik. "Baiklah, akan kucoba. Barangkali menyenangkan dan betul, aku bisa melihat lebih jauh ke sekitar."
Para Laron mulai terbang mendekat ke bohlam yang telah Manusia nyalakan. Kunang-kunang mengikuti kawanan mereka berputar di sekeliling cahaya buatan itu. Ia bisa melihat lebih jauh ke sekitar rumah. Benar jika samar-samar pada sebuah titik di kejauhan, ia melihat telaga sunyi tak seberapa dekat. Ia harus terbang ke sana melalui pepohonan rimbun.
"Aduh, ini sangat panas!" Kunang-kunang mulai merasa kurang nyaman berada di dekat bohlam itu. "Laron, menurutku ini berbahaya. Mengapa kalian bisa melakukan hal ini?"
"Bagi kami ini menyenangkan dan nyaman karena hangat sekali."
Kunang-kunang memisahkan diri. Ia tak ingin lagi terbang di dekat para Laron. Ia ingin terbang pulang ke rumah sesungguhnya. Namun para Laron malah mengolok-oloknya. "Kau ini bodoh sekali. Di sini saja, hangat dan terang. Nanti kau tersesat dan kedinginan, hari mulai gelap."
Akan tetapi tekad Kunang-kunang sudah bulat. Ia terbang turun meninggalkan kawanan Laron yang tertawa-tawa. Ia sudah mantap akan mencoba kembali ke telaga sunyi, apapun rintangannya. Hujan tampaknya akan segera berhenti.
Dari dalam rumah keluarlah seorang Manusia. Ia membawa seember air dan meletakkannya di lantai, tepat di bawah bohlam.
"Wah, ada satu lagi sumber cahaya! Ayo mendekat!" para Laron bersorak kegirangan dan terbang ke bawah.
"Laron, sebaiknya kalian menjauh saja. Kurasa ada hal yang tidak beres di sini." peringat Kunang-kunang.
Akan tetapi para Laron mengabaikannya. Mereka hinggap di atas air itu. Celaka, mereka terjebak dan tak bisa keluar lagi. Akhirnya banyak sekali dari mereka mati.
"Oh, tidak! Laron-laron yang malang. Syukurlah, tadi aku tak begitu saja menuruti perkataan mereka."
Kunang-kunang berusaha pergi sendiri terbang menuju pepohonan. Hari senja pun semakin gelap. Akan tetapi Kunang-kunang ingat jika sesungguhnya ia punya lentera pada tubuhnya sendiri. Ia menyalakannya dan kini sekelilingnya tak lagi gelap. "Wah, ternyara aku tak membutuhkan cahaya sebab aku memilikinya sendiri."
Hari semakin gelap namun Kunang-kunang telah tiba. Ia berhasil menemukan telaga sunyi. Di sana ratusan Kunang-kunang lain bercahaya bagaikan bintang di angkasa. Mereka menyambutnya dengan suka cita.
Tamat.
Pesan moral: Milikilah pendirian, jangan mudah ikut-ikutan pada apa kata orang lain. Apa yang ada pada kita barangkali lebih dari cukup untuk menjadi pegangan bagi kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H