"Ternyata dugaanku selama ini benar! Astaga..." Rani yang kini terkejut tetiba menarik tangannya yang masih berada dalam genggaman kuat Orion. Ia berusaha mengusap air mata yang menggenang di pelupuk mata.
Pemuda itu membiarkannya, malah mengulurkan tangan untuk menghapus air mata Rani, "Jangan ikut bersedih, Sayang! Beliau sudah tenang, baik-baik saja di sana! Ia berjasa besar bagi kita."
"Ya, aku akan baik-baik saja juga! Hanya saja, sudah beberapa korban Octagon jatuh... Alangkah menyedihkannya nasib mereka!"
"Kita harus mendoakannya dan berterima kasih kepadanya lewat doa! Serta memohon perlindungan kepada Tuhan agar badai pandemi ini segera berlalu..."
Orion menarik Rani ke dalam pelukannya, mereka saling membersihkan. Tanpa keinginan untuk lebih dari itu, setidaknya untuk saat ini.
"Aku membutuhkanmu. Aku tak sanggup hidup di dunia abnormal ini tanpa dirimu! Rasanya aku bisa gila, Rani!" Orion sesekali masih teringat dan mengeluh.
Sesekali mengelus tengkuk dan punggung suaminya, Rani sangat mengerti perasaan pemuda itu. "Aku juga. Seandainya aku masih berada di Viabata atau Everlondon, mungkin aku sudah mati. Paling tidak, dengan berada di sini bersamamu, kita saling melindungi..."
"Dan memiliki..."
Keduanya tak berlama-lama. Keluar dan membersihkan tubuh, kini berada dalam satu handuk yang sama. Sama-sama bersih dan beraroma wangi, serta tentu saja sangat bergairah.
"Bagaimana dengan satu permainan cinta saja?" Orion mengerling mesra dengan senyum nakalnya yang selalu menusuk hati Rani.
"Uh, kau ini, masih sempat-sempatnya berpikir begitu dalam situasi seperti ini!" rutuk Rani sebal, namun tak mampu menolak. Ia merasa seperti di surga bersama dewa Yunani yang bertubuh sangat indah dan hangat, yang membuatnya jatuh cinta setiap saat gegara panah Cupid menembaknya tanpa henti!
"Kalau begitu, to the bed!" tubuh Rani langsung disambar suaminya ke ranjang.