Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 101)

12 Mei 2023   11:55 Diperbarui: 12 Mei 2023   12:00 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orion tahu pasti bahwa apa yang sedang ia saksikan dalam keremangan garasi pengap ini sama sekali bukan keajaiban!

Melainkan sebuah kutukan yang sebelumnya telah dialami Russell!

Saatnya untuk bertindak! Tetapi... pemuda itu berusaha keras untuk membidik sejitu mungkin. Ia sudah mengarahkan moncong shotgun sedekat mungkin dengan pelipis Rev. James. Takkan menyakitkan. Sebutir timah panas saja sudah cukup untuk membuat jiwanya tenang. Namun Orion tak punya keberanian dan juga ketegaan.

Astaga, bagaimana ini? Aku tak bisa, jari-jariku gemetaran! Aku juga tak dapat membidik dengan tepat! Tapi sekarang juga aku harus mengambil keputusan, jika tidak...

Sungguh, Orion merasa belum siap. Padahal di depannya tubuh tak bernyawa Rev. James mulai mendapatkan kekuatan entah dari mana untuk bangkit bagaikan 'Lazarus' yang sudah terbaring tanpa nyawa selama tiga hari namun berhasil dibangkitkan dengan mujizat!

"Orion... tolong," bibirnya yang menghitam terbuka sementara ia duduk menegakkan diri, "Aku lapar, haus, dan sesak..."

"Tidak, aku tak bisa melakukan ini terhadap jasad Anda, Rev. James..."

Dalam rasa ragu, Orion berdiri dan mulai melangkah mundur ke pintu garasi tempat Henry Westwood berdiri menunggu di baliknya.

Haruskah aku membuka pintu ini?

***

Sementara itu di ruang perpustakaan, Maharani dan kedua remaja Delucas masih sibuk belajar. Walau terhanyut, Rani masih cemas memikirkan semua.

Ketika menerima titipan, Orion kelihatannya senang sekaligus gelisah sekali tadi. Apakah dia... sekarang mencoba mencari keberadaan sosok pembawa benda itu? Kurasa aku harus menyusulnya... Aku tak boleh membiarkan suamiku bertindak gegabah, jika benar itu Rev. James!

"Nona Rani, mau ke mana?" Grace dan Leon heran saat Rani tetiba berdiri dan berjalan menuju pintu perpustakaan.

"Uh, aku lupa telah meninggalkan ponselku di paviliun, aku menunggu kabar dari keluarga besarku di Evernesia! Kalian tunggu di sini saja, cobalah buat beberapa kalimat tanya sederhana seperti yang tadi kucontohkan. I'll be right back!"

"Oh I see, okay, Nona Rani. Kami menunggumu!" sahut Grace.

Begitu Rani sudah pergi, Leon segera mengutarakan kecurigaannya kepada sang adik, "Kelihatannya Nona Rani kali ini tidak jujur kepada kita berdua."

"Dari mana kau tahu jika ia berbohong?"

"Jaringan komunikasi sudah cukup lama mati dan kurasa tidak akan pernah pulih lagi. Jadi percuma memiliki telepon genggam dan mengakses komputer, tak ada seorangpun bisa online! Mungkin di Everopa saja, mungkin juga di seluruh dunia!" Leon tertawa dengan nada ironis, "Kurasa, ia sedang menyusul Papa Orion. Urusan apa, well, aku tak tahu. Sementara mama kita kedatangan Lady Mag, ia belum lagi menghabiskan waktu bersama Papa Orion!"

"Oh, damned right. Kurasa kau benar soal telepon itu, hanya alasan saja. Mungkin juga benar ada hubungan khusus antara Papa Orion dengan Nona Rani. Tetapi selama kita tak memiliki bukti, kita tak bisa berbuat apa-apa. CCTV saja mati..."


***

Orion perlu mengambil keputusan tegas dalam waktu sesingkat-singkatnya. Meminta bantuan Henry atau melakukannya sendiri?

"Tuan Orion, is everything okay?" Henry Westwood kelihatannya sudah mencium adanya hal yang tak beres sedang terjadi di dalam sana.

Orion saat itu juga tahu, kali ini ia tak harus menjadi pahlawan. Ia tak sanggup melakukannya. 'This time, I need a hand!'

Segera dibukanya pintu garasi itu dan keluar, lalu terburu-buru menutupnya serta bersandar di daunnya. Dengan napas tersengal-sengal ia berusaha untuk tenang.

"Betul dugaanku, Anda menemukan si penyelundup!"

"Ya, Tuan Westwood. Namun aku tak sanggup melakukannya. Ia baru saja meninggal, namun... sudah bereanimasi!"

Henry, walau di masa lalu beberapa kali ikut dalam event berburu keluarga Delucas, merasa terpanggil untuk membantu sang suami nyonya rumah. "Tuan, aku sudah lama sekali tak menembak sesuatu. barangkali aku bisa melakukannya."

"Headshot, Henry. Dan jangan buat ia terlalu menderita, please."

"Memangnya siapa dia, Tuan Orion? Apakah Anda mengenalnya?"

Orion terdiam sesaat, dua saat. Ia mulai merasakan ada dorongan-dorongan di balik daun pintu yang sedang disandarinya, semakin lama semakin keras, disertai erangan, "Lapar, haus, sesak... Tolong saya, jangan tinggalkan saya!"

Orion memantapkan keputusan dan berkata, "Kumohon, rahasiakanlah kejadian hari ini dari siapapun, Tuan Westwood! Akan kuberikan apapun yang kau inginkan asal kau bisa menjadi orang yang kupercaya!"

Henry mengangguk, "Saya tak memerlukan uang maupun apapun dari Anda, saya berjanji akan menyimpan rahasia ini, Tuan!"

"Baiklah, kita buka pintu ini dalam hitungan tiga, dua, satu..."

Kedua pria itu segera membuka pintu dan masuk. Sosok zombie Rev. James di baliknya spontan terdorong jatuh ke lantai. Orion bergegas menutup pintu. Henry belum lagi tahu siapa targetnya, akan tetapi semua instruksi Orion segera ia lakukan. Senapannya dilengkapi peredam, sehingga tak sedikitpun timbul suara mengejutkan.

Semua terjadi begitu cepat. Bagai adegan lambat di sebuah film, tubuh pria setengah baya itu terkulai ke samping tanpa perlawanan, seolah tahu sudah jalan nasibnya.

"Reverend James, maafkan kami!" Orion segera berlutut dan memeriksa.

"Astaga, Reverend James?" Henry Westwood baru menyadari siapa yang ia baru 'bebaskan'. Namun sudah terlambat untuk terkejut maupun menyesal.

Zombie itu ternyata belum lagi tamat, tangannya masih menggapai-gapai lemah. Walau berurai air mata, Orion masih bisa melihat bibir kehitaman pendeta itu mengucapkan tanpa suara, Terima kasih, kalian berdua... Kini aku bisa beristirahat dengan tenang. Tuhanku, ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku...

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun