Perkataan Yemima itu menyadarkan Fatima, "Benarkah Allah dan kedua orang tuaku mengampuniku dan memiliki rencana yang indah dalam hidupku?"
Yemima mengangguk. "Bagaimana jika pada liburan nanti kita mengunjungi kampungmu dan makam Pak dan Bu Setyo? Kau mau? Jangan khawatir, Ayah-Ibu bilang mereka juga ingin berziarah ke sana. Jangan khawatirkan masa depanmu. Kami selalu menerimamu apa adanya."
"Allah maha besar. Aku yakin almarhum-almarhumah orang tuaku berbahagia juga karena aku sudah menemukan keluarga baru. Aku mau, Ma. Terima kasih banyak, ya."
"Jangan berterima kasih padaku. Kau juga sudah mengajarkanku arti kebaikan dan ketabahan. Kita harus tetap saling menguatkan. Nah, bungamu sudah dibayar, ayo kita pulang."
***
Pada Hari Idul Fitri kali ini, beban Fatima memang masih ada. Semua duka dan luka hati tak semudah itu berlalu dari hidupnya. Akan tetapi kini ia kembali dapat menatap langit cerah, di mana ia percaya ayah-ibunya sedang tersenyum, menunggunya di awan-awan nan permai.
"Bapak, Ibu. Terima kasih sudah memberiku beberapa tahun penuh kebahagiaan. Suatu saat kita pasti akan bertemu lagi. Sekarang saatnya bagiku menabur kebaikan di bumi bersama keluarga angkatku yang baru yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Apapun perbedaan dan kesulitan, akan kujalani sambil tetap setia beribadah kepada Allah."
*** Tamat ***
Tangerang, 10 April 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H