Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 77)

16 Maret 2023   07:38 Diperbarui: 16 Maret 2023   08:10 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi desain pribadi

"A-a-apa? Makan siang hanya berdua saja denganmu? Ta-ta-tapi, aku..." Rani dibuat jengah dengan ajakan dadakan itu. Ia tahu, Leon sedikit banyak memiliki kuasa dan andil di sini. Sebagai calon utama penerus Lady Rose, kedudukannya sama saja dengan ibunya; tak ada yang dapat melawan begitu saja apalagi hanya dengan alasan-alasan lemah.

"Uh, baiklah, asal kita tak berlama-lama," Rani mendapatkan satu alasan yang jitu, "bagi gadis Evernesia sepertiku, lama-lama berduaan saja dengan pria yang tak memiliki hubungan keluarga selalu dianggap kurang sopan. Biasanya kami keluar makan atau pergi jalan-jalan bersama anggota keluarga lain atau didampingi teman-teman sepergaulan."

Dan sesungguhnya aku diam-diam sudah menikah secara resmi dengan ayah sambungmu! batin Rani sambil berharap Leon takkan berani berbuat macam-macam.

Leon tergelak. "Aww, sungguh sebuah kebudayaan Everasia yang menarik. Baiklah, Nona, thank you very much, and no worries, aku hanya ingin mendengar kisah Anda tentang Lab Barn saja. Lihat, dokter Kenneth bahkan tak mengizinkan atau berniat mengajakku berkunjung ke sana! Aku ingin tahu semua darimu saja!"

Akhirnya Rani dan Leon jadi juga makan siang berdua di beranda lantai dua. Pemandangan langit siang biru cerah tak berawan, berbeda dengan perbukitan dan hutan yang terselubung kabut rendah. Kali itu hidangan di meja lebih lezat dari biasanya, hampir selengkap sebelum pandemi Octagon melanda. Sambil makan, Leon lebih banyak mendominasi pembicaraan, sepertinya senang sekali dengan kesempatan langka ini. Apa saja ia ceritakan; masa lalu, ayah kandung hingga hobi, semua yang tak ada hubungannya dengan Octagon. Pengalaman masa kecil hingga kisah tentang mantan-mantan kekasihnya ia beberkan tanpa malu-malu kepada Rani. Sang guru mendengar dengan sabar, walau kisah Leon sungguh tak penting baginya, lewat begitu saja tanpa sedikitpun terekam di otaknya. Rani malah makan minum tanpa selera sambil melamunkan Orion. Beberapa jam lagi si tampan akan bebas. Ia bisa melihat sosok pengantinnya lagi, walau hanya dari kejauhan!

"Uh, Nona Rani, sepertinya Anda kurang menikmati menu siang ini. Adakah yang kurang lezat? Apakah steak ini terlalu matang atau sayur salad-nya kurang segar?"

"Oh, no, this is very special for me! Aku hanya masih memikirkan keluarga besar di Evernesia saja! Semoga virus ini tak sampai di sana! Penduduk negeri kami sangat padat, pastinya infeksi akan sangat masif."

"Semoga saja tidak terjadi, semua aman terkendali. Oh ya, by the way, tadi di Lab Barn... Apa Anda betul-betul bertemu dengan pasien bernama Russell yang konon sudah mati itu?"

Rani bergidik. Membayangkan wajah Russell yang menggertakkan gigi -sambil makan steak- sungguh membuat hati sedih serta sedikit banyak menghilangkan selera makan.

"Ya, aku sudah mengintip ruangannya. Mirip sekali dengan sel tahanan. Ia tepat berada di sebelah Tuan Orion."

"Wow, jadi Papa Orion hingga kini masih berada dekat sekali dengan sumber bahaya! Sepertinya aku harus mendengar darinya juga. Apakah zombie Russell masih bisa diajak bicara? Dan... apakah mereka takkan segera 'mengakhiri hidupnya' seperti yang lain?"

***

Setelah menikmati santap siang, Kenneth dan semua stafnya kembali ke Lab Barn untuk melanjutkan penelitian Octagon yang tertunda. Dilengkapi dengan segala protokol kesehatan plus pengamanan ekstra ketat mereka kembali mencoba memasuki ruang isolasi Russell.

Yang satu itu ternyata begitu lapar, haus, sesak, dan begitu 'gembira' saat sadar ada pengunjung! Begitu pintu terbuka, ia spontan meloncat, menyerbu rombongan Kenneth dan tiga stafnya bagai angin ribut. Akan tetapi,

"AAARGH!"

Sebuah tongkat kejut beraliran listrik sepanjang tiga puluhan sentimeter, benda mirip senjata pelumpuh di film-film membuat Russell tetiba terhempas ke lantai. Kenneth mengacungkan, lalu memegangnya bersilang bagai perisai, bergaya bagai seorang kesatria abad pertengahan. Lalu diopernya senjata itu ke tangan seorang stafnya, mencoba terkesan menyesal dan mencoba pendekatan yang lebih bersahabat.

"Well, maaf, bukan diri kami untuk kau mangsa, tenang, kami tak lupa membawa 'santap siang' spesial untukmu, Tuan Russell. Kami takkan pernah menyakitimu, malah sebaliknya, kami sungguh berterima kasih dan sangat menghargaimu!"

Kenneth memandang iba sekaligus puas karena berhasil menemukan satu bukti teori kelemahan manusia korban reanimasi alias mayat hidup zombie Octagon; peka terhadap setruman. Mungkin listrik takkan membunuh namun terbukti bisa melumpuhkan. Durasinya belum bisa ditentukan, namun lumayan untuk memberi efek menjinakkan. Russell menggeram lemah, sepertinya kesal sekali, namun tak berdaya untuk sementara.

Kedua sisa anggota geraknya masih lumpuh untuk sementara. Keadaan itu langsung dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Kenneth dan timnya. Mereka menggotong zombie yang tak berdaya itu ke ranjang,
membaringkan Russell yang hanya bisa menggeram kesal. Tetapi mereka tak membelenggunya. Dari luar kamar, tiga buah pagar besi tinggi serupa jeruji penjara portable dimasukkan beberapa orang pegawai dengan tiga buah lori. Yang satu memiliki pintu bergembok. Tiga pagar besi itu 'disatukan' mengelilingi ranjang Russell yang menempel ke dinding ruangan. Zombie itu kembali terkepung.

"Dengan ini kita segera bisa mencoba beberapa eksperimen. Kita tunggu hingga efek kejut listrik hilang!"

Setelah 'kerangkeng' itu jadi dan Russell dipastikan takkan bisa meruntuhkan, membuka pintu atau menjatuhkan sel kecilnya, Kenneth melepaskan beberapa hewan pengerat kecil hidup ke dalamnya. Makhluk-makhluk itu langsung panik mencicit dan berloncatan di dalam, seakan-akan tahu jika ajal mereka segera tiba.

"Lihat, Russell, kau bisa pilih sendiri, mau appetizer yang mana?"

Zombie yang tadi lemas itu tampaknya sedikit banyak mulai tergoda dengan 'hidangan-hidangan pembuka kecil' yang disajikan begitu berlimpah, begitu segar. Ia masih lemah tergeletak, namun sudah diincarnya satu yang terdekat, yang sedari tadi begitu dekat dengan tangannya yang tersisa.

Dalam satu gerakan tak sampai satu detik, hewan itu telah berada dalam genggaman.

Kenneth tersenyum gembira saat Russell memasukkan makhluk hidup malang ke dalam mulutnya.
Sepertinya mayat hidup itu menikmati benar 'buka puasa' pertamanya.

"Bagus, ini mungkin akan menambah tenaganya. Bagaimana jika hewan lain, tak usah sampai disantap, tetapi ditulari saja? Tidakkah mereka akan bereanimasi?"

Kenneth tertawa-tawa, membayangkan hal-hal baru yang segera akan ia temukan...

***

Sedari kemunculan Kenneth, Orion sudah memata-matai dengan penuh kecurigaan melalui jendela kecil di pintunya maupun diam-diam mendengarkan di balik dinding kayu tipis.

Dokter itu benar-benar sudah gila! Bagaimana caranya untuk menghentikan semua kegiatan yang ia perbuat?

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun