Orion sedikit heran dengan keformalan sikap Rani, namun segera mengerti. Ia mengangguk senang namun tak mendekat.
"Baik, terima kasih banyak! Saya memang sangat membutuhkan benda ini." Ia mengambilnya dari Rani dan segera mengisi daya ponselnya yang masih mati.
Mereka seperti sudah tahu semua tanpa perlu berkata-kata lagi. Keduanya sudah cukup lega bisa bertemu muka walau tak bisa berbuat apa-apa di tempat itu.
Tetiba lampu putih utama pada langit-langit ruangan berkedip-kedip dan padam! Masih ada cahaya kecil dari lampu darurat yang langsung menyala sehingga ruangan tak gelap total.
"Oh, sialan benar! Ada apa dengan suplai listrik di sini? Sudah lama sekali. Mungkin bertahun-tahun tak pernah mati lampu!" Petugas di depan ruangan bergegas pergi untuk mengecek apa yang terjadi di luar sana.
Rani dan Orion bersama-sama melihat ke spot langit-langit di mana ada kamera kecil bulat CCTV terpasang, kelihatannya benda itu juga tidak berfungsi.
"Rani, aku tak bisa berbuat apa-apa dulu, namun terima kasih! Aku baik-baik saja." sulit bagi Orion untuk tak datang lebih dekat dan memeluk Rani.
Begitu pula Rani. Ia makin merasa kegerahan dalam pakaian pelindungnya, tapi sangat lega karena Orion baik-baik saja.
"Rani, semalam ada apa? Kedengarannya ada beberapa peristiwa penting yang terjadi!" Orion mendekat, ia tak berani menyentuh atau memeluk Rani, hanya berusaha agar suaranya tetap pelan. Suara yang selalu Rani rindukan, "Aku cemas sekali, kukira ada penyerbuan atau semacamnya!"
"Aku kurang tahu, tetapi akan ada orang-orang baru yang datang ke sini. Aku tak mengerti, namun Rose terlihat sangat gundah!"
"Juga orang di sebelah. Rani, can you give me a favor? Bisakah kau keluar sebentar ke depan kamar sebelah dan menjenguk dari jendela kaca di pintunya? Itu pasien bernama Russell. Orang yang diserang dua zombie di luar pagar kita dua hari silam."