"Bukan tak ingin, tetapi.. Well, rahasia. Aku hanya sedang ingin berdua Nona Rani saja agar bisa mengenal guruku dengan lebih baik. Aku akan berulangtahun beberapa hari lagi, dan jalan-jalan sejenak ini adalah salah satu kadoku! Mama kita sudah setuju! Is there something wrong with that simple, harmless request?" Leon mencoba berkelit.
Pintu utama terbuka, Lady Rosemary dan Kenneth masuk, membuat semua mata spontan memandang.
"Semuanya!"
"Mama, Kenneth! Ada apa tadi? Apa semua baik-baik saja?" Grace tampak lega sekaligus penasaran.
"Ya. Tak ada yang perlu dikhawatirkan saat ini. Mungkin besok kita mau tidak mau harus menerima 'tamu yang tak bisa ditolak'. Kupastikan takkan menjadi masalah. Sekarang sudah dini hari, mari kita bebersih, Kenneth, dan semua kembali ke kamar masing-masing!"
"Uh, tidak seru! Kukira tadi gerombolan zombie seperti di film-film mencoba menerobos masuk!" Leon merutuk, dan lagi-lagi Grace menyikut kakaknya.
Kenneth menanggapi, serius namun masih terkesan santai, "Mungkin saja, Leon, tapi tidak usah khawatir asal kita tetap berjaga-jaga! Kemungkinan besar memang akan ada zombie di kompleks kita ini. Tetapi kita semua tak dalam bahaya, everything is under control."
Leon masih ingin bertanya, 'Apa maksudmu, Dok?' tetapi Kenneth dan semua orang sudah membubarkan diri, berlalu ke kamar masing-masing.
***
"Orion...?"
"Ya. Ini aku, Sayang! Maaf jika kedatanganku mengganggumu pada jam selarut ini. I want you so bad."
Rani bingung, mengapa Orion sudah boleh 'bebas' sebelum 24 jam? Apakah semua ini betulan terjadi atau hanya sebuah mimpi?
"Hai. Bagaimana mungkin kau bisa keluar dari ruang isolasi pada waktu begini?"
Orion tersenyum lebar, manis sekali! "Sudahlah, Milady Rani. Jangan dipikirkan bagaimana dan siapa yang membebaskanku. Yang penting aku bersusah-payah datang kemari hanya untukmu!"
"Tidak mungkin! Lagipula, apa kau sudah sehat? Jangan dekati aku dulu!" 'Tetapi aku sangat rindu kepadamu, Orion! Rinduuu sekali!' Gentar, Rani diam-diam menambahkan dalam hati.
"Kupastikan diriku sudah sehat. Ayo, kita buru-buru lakukan sebelum ada yang tahu aku di sini!"
"Buru-buru untuk apa?" Rani jengah.
Orion semakin dekat dan duduk di tepi ranjang Rani.
'"Ta, ta, tapi, di sini kurang aman! Bagaimana jika seseorang tiba-tiba datang ke beranda dan mengetuk pintu?'"
"Biarkan saja!" Pemuda itu mendekat hingga kini tubuhnya sudah menempel erat dengan istri rahasianya, pengantin yang ia begitu rindukan. Hangat sekali, dipeluknya Rani erat-erat seakan takkan pernah melepaskannya lagi.
"Aku cemas sekali. Kau membuatku khawatir! Bagaimana jika kita ketahuan oleh Rose?" Rani masih belum bisa percaya seratus persen jika Orion berada di atas ranjang single-nya yang kini terasa sempit dan panas.
"Sudahlah! Aku menyelundup ke sini hanya untukmu! Bukan untuk membicarakan wanita lain!"
Rani hendak bertanya lebih banyak lagi, tetapi Orion segera membungkam bibirnya dengan ciuman yang sangat dalam. Rani sejenak mundur setelah terengah-engah membalas.
"Uh, kau ini... Kumohon, jangan di sini. Apakah pintu sudah kau kunci? Apakah tak ada penjaga patroli di sekitar paviliun ini..."
"Tak perlu khawatir," nada suara rendah Orion makin menggoda, hingga Rani betul-betul tak tahan lagi, ingin segera kembali larut dalam petualangan intim mereka.
"Awas jika sampai karena ini, kita dihukum berat atau diusir!" Rani merasa pipinya panas sekali, pasti warnanya sudah memerah bagaikan persik nan ranum. Mata cokelat Orion yang agak sipit tak berkedip memandangnya, membuat pengantin wanitanya benar-benar tak berdaya.
Tangan-tangan mereka saling membelai, mencengkeram erat seakan tak ingin lagi terpisahkan oleh apapun dan siapapun. Orion menarik perlahan gaun tidur Rani yang tipis, lalu melepaskan semua yang ada pada tubuhnya sendiri. Rani tak bisa berhenti memandang. Betapa indahnya sosok pengantin prianya, semua yang ada padanya membelenggu pandang sekaligus meluluhkan hati.
"Jangan buat aku terlalu kecanduan dirimu, Orion Brighton. Aku tak bisa terus berpura-pura dan menutupi cinta kita di hadapan keluarga Delucas!"
"Biarkan saja, jika mereka tahu, tinggal kubuka kedok Rose, agar dunia tahu jika pernikahan kami tak benar. Pernikahan kita yang sungguhan!"
"Seperti apakah yang sungguhan itu?"
"Just like this..."
Rani memejamkan mata dan mengerang lembut. Sesuatu yang berbeda dari yang ia miliki terasa menyapa. Orion mulai memasukinya sambil melakukan semua yang pemuda itu inginkan, apapun yang mereka impikan dan takkan pernah lelah ulangi meskipun telah terpuaskan. Mati-matian Rani menahan agar erangannya tak terlalu berisik. Orion sesekali mengecupnya dan tersenyum menggoda.
"Jika tak nyaman, katakan saja kepadaku."
"Uh, mana mungkin tak nyaman. Jangan berhenti, aku suka semua yang kau lakukan..."
"Benarkah? Aku sanggup melakukannya hingga dunia berakhir!"
"Uh, kau ini sungguh menyebalkan. I'm so damned addicted to you. By the way, sampai kapan kita harus bercinta sembunyi-sembunyi?"
"Sampai..."
Tiba-tiba keduanya terkesiap. Suara sirene peringatan kembali memecah kesunyian dini hari perbukitan Chestertown.
Rani membuka mata lebar-lebar. Namun Orion tak ada lagi! Ia sendirian di ranjangnya, gaun tidurnya masih rapi, hanya tubuhnya basah karena keringat dingin.
"Hah, apakah semua tadi... hanya mimpi?"
(bersambung)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H