Sementara itu, Orion belum tahu semua yang terjadi maupun akan ia alami. Saat ini ia beristirahat saja sebaik yang ia bisa. Kebetulan persediaan air minumnya masih ada di atas meja kopi, walaupun hanya cukup untuk beberapa jam. Ia enggan keluar dari kamar barang selangkahpun. Tak ingin membuat semua orang khawatir, terutama Rani.
Astaga, Rani bahkan belum atau tak melihat panggilan teleponku sama sekali. Ada apa dengannya? Semoga istriku tak sedang dalam kesulitan.
Tiba-tiba ponsel Orion bergetar. Masuk sebuah notifikasi dari nomor tak bernama. Chat dari Rani! Ia segera mengenalinya.
Orion, kau baik-baik saja? Hati-hati. Mereka datang. Hapus chat ini segera.
Jantung Orion berdebar-debar membacanya. Mereka siapa, Rani? Aku baik-baik saja. Terima kasih.
Ia belum puas membalasnya, maka ditambahkannya satu kalimat lagi, I love you.
Centang satu abu-abu. Rani tentu kembali offline. Orion sedikit bersemangat, walau masih merasa kurang sehat. Kembali duduk di ranjang sambil meminum air yang kini sudah hampir habis, ia kembali berpikir keras.
Merasa kehausan, kini aku mulai merasa lapar. Ada apa dengan diriku? Mengapa aku sekarang merasa ingin makan sesuatu, apa saja?
Tak lama, pintu kamar Orion tetiba diketuk.
Rani? Orion hampir menyebut nama itu. Sadar jika sudah pasti ini bahaya yang disebut oleh Rani, ia segera bersiaga.
"Sayang, apa kau ada di dalam? Are you okay?" Lady Rosemary memanggil, "Orion, bukakan kami pintu, kami perlu mengecek suhu tubuhmu, kami juga membawakanmu sarapan. Don't you feel hungry? It's brunch time already!"
Orion enggan membukakan pintu, Kami? Berarti benar, Rose tidak sendiri.
"Kau bersama siapa, Rose?"
"Henry dan Kenneth saja. Apa kau ingin bertemu dengan orang lain?" Rose memancing sedikit.
"Tidak. Tunggu, aku datang." Orion berusaha berdiri dan berjalan ke pintu kamar. Walau merasa langkahnya berat, ia berhasil juga membuka pintu, lalu segera menjauh dari sana, mundur beberapa langkah.
"Astaga!" Rose yang sudah bermasker tampak cemas saat menatap sosok suami keduanya dari jauh.
"Jangan mendekat dulu, Rosemary. Biar kuperiksa dulu suhu tubuh Tuan Muda Orion." Kenneth yang juga bermasker dan mengenakan face shield mendekat dengan sebuah thermo gun. Saat men-scan dahi Orion, dokter itu tampak khawatir.
"99 derajat Fahrenheit. Sedikit di atas normal, 98 derajat. Well, sebaiknya Anda makan sarapan, minumlah obat penurun panas ini jika perlu. Henry Westwood telah membawakan sarapan dan makan siang serta persediaan air minum yang cukup. Selamat makan dan beristirahat, tenangkan diri Anda dan tidurlah. Kumohon, jangan keluar dari kamar ini dahulu. 24 jam lagi aku akan kembali untuk memantau kondisi Anda. Selamat siang."
Orion sedikit merasa lega. Ia tahu, Kenneth memerintahkan hal yang baik dan benar. Hanya saja, kini ia  masih mencemaskan Rani. Ia tak ingin 24 jam jauh dari istrinya, walau hanya terpisah tembok.
"Baiklah dan terima kasih banyak, semuanya!"
Rose mengangguk. Sekilas ia tampak kecewa karena Kenneth tegas-tegas memperingatkan agar Orion tidak didekati selama sehari penuh. Ia sedikit banyak merindukan kedekatan dengan pemuda itu. Kini ia hanya bisa merutuk dalam hati, Orion, kau tentu diam-diam telah melakukan sesuatu, mungkin sudah jatuh sakit sepulang dari mengunjungi Mag. Sayangnya, belum ada bukti. Jadi aku belum tahu apa-apa, akan tetapi aku akan segera tahu. Lady Rose menatap sejenak lagi wajah Orion yang tak secerah biasanya, There is something very strange with you. I just have to find out.
Sepeninggal semua orang, Orion merasa semua perasaan anehnya tadi muncul kembali. Rasa lapar, haus, serta kelelahan yang amat sangat.
Segera dihabiskannya semua sarapan yang dibawakan oleh Henry. Ia merasa tak pernah makan dan minum sebanyak ini sebelumnya. Namun tidak, bahkan setelah perutnya terasa kenyang, perasaan aneh itu belum juga pupus. Bahkan sesak napas dan lelahnya semakin menjadi-jadi saja.
Astaga, apakah ini gejala tertular virus Octagon? Apakah orang yang kemarin kusentuh di pinggir jalan adalah suspek atau carrier virus itu?
***
Rani, di sisi lain kompleks Delucas, masih terpaku di depan ponselnya. Ia sibuk membalas pesan dari Evernesia. Belum sempat dilihatnya lagi chat dari Orion. Selain karena enggan, kini di hadapannya masih ada kedua remaja Leon dan Grace, yang belum beranjak dari sisinya semenjak ibu mereka pergi bersama Kenneth dan Henry ke kamar Orion.
"Ada perkembangan apa di Evernesia, apakah keluarga Nona Rani baik-baik saja?"
"Baik, hanya mereka sangat mencemaskanku."
"Aku juga mencemaskan Papa Orion!" Â Leon tetiba berseru hingga Grace ikut terkejut dan menoleh, "Nona Rani, mari ikut denganku! Ada rahasia besar yang ingin kuungkapkan kepadamu!"
Grace mengernyitkan kening, "Huh, mengapa hanya Nona Rani?"
"Karena aku tak percaya kepadamu!" Leon meleletkan lidah kepada adiknya.
Rani sedikit terkejut, namun tak dapat menolak saat Leon menarik lengannya menjauh dari Grace. Keluar dari ruangan, remaja itu berbisik pelan di telinga Rani, "Nona Rani, aku ingin beritahukan sesuatu kepada Anda karena hanya Anda yang kupercayai. Tapi ada satu syaratnya..."
"A, a, apa itu?"
(bersambung)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI