"Astaga, kira-kira siapa atau apa yang ada di balik pagar hidup ini, Dok?"
Kenneth bersiaga. Dalam saku jas putihnya selalu tersedia sebentuk senjata api berukuran kecil yang sudah dilengkapi dengan peredam. Ia sudah bertekad takkan menggunakannya jika tidak dalam keadaan terpaksa.
"Sst, jangan bergerak atau bicara keras-keras, Leon," bisik dokter itu sambil mendekat ke pagar hidup yang cukup rimbun dan tebal itu. Lewat celah-celah rapat di antara dedaunan, masih dapat terlihat situasi di luar.
Jalan terlihat sepi, erangan itu masih terdengar sesekali, tak terlalu dekat, tetapi tidak jauh.
Seseorang, atau sesuatu, bergerak-gerak dalam kegelapan. Mungkin manusia yang sedang berjalan pelan, mungkin juga hewan liar.
"Aku belum bisa memastikan. Tapi lebih baik kita pergi dari sini dan mengamati dari ruang CCTV di main mansion saja!"
Kenneth kembali ke dekat Leon dan mengajak anak muda itu pergi. Leon tadinya masih bertahan ingin melihat sendiri, "Dok, mengapa kita tak menunggu lebih lama lagi? Mungkin benar itu zombie Octagon!"
"Jika benar," Kenneth berbisik pelan sekali, "lebih baik kita tak lama-lama di sini tanpa menggunakan masker. Virus Octagon, sama seperti Hexa, bersifat airborne."
Leon bergidik. "Ya, ayo Dok, uh, Kenneth! Come on, let's go inside! Sudah cukup Hexa membuat dunia terpuruk!"
***
"Orion, kita sudah cukup lama berada di sini. Hari sudah berganti." Rani perlahan mengingatkan Orion yang masih terbaring di ranjang. Sang pengantin wanita masih berada di pangkuannya, baru saja menyelesaikan ritual cinta mereka kesekian kali.
Bahkan Orion belum lagi ingin melepaskan diri dari Rani yang kini sudah tak begitu malu-malu lagi. Wanita muda yang masih duduk manis di atas kedua pahanya memberi sebentuk pemandangan indah yang takkan pernah menjemukan untuk dipandang. "Ah, kita bisa berada di sini seminggu atau sebulan lagi, biar saja mereka mencari-cari kita!"
"Lady Rosemary bisa menyuruh atau menyewa siapapun untuk mencari kita! Seperti ia merekrut dokter bernama Kenneth Vanderfield itu!" Rani merasa kesal saat teringat betapa pria itu mencoba memeriksanya di ruang tamu.
"Kau betul. Kita masih harus bersandiwara untuk sementara. Hingga pernikahan palsuku dengan Rosemary berhasil terbongkar, kita harus berpura-pura tak terjadi apa-apa di antara kita!" Orion menegakkan diri dan bersandar pada divan. Masih terus memegang kedua tangan Rani, menggenggamnya erat dan hangat.
"Jadi, selama berada di depan keluarga Delucas, kita harus berpura-pura seakan-akan tak terjadi apa-apa di antara kita?" Rani merasa sedikit kesal dengan kenyataan bahwa mereka tak bisa membocorkan kepada siapapun di luar tembok kediaman Brighton.Â
"Ya. Maafkanlah aku. Semoga Rev. James segera kembali dengan semua yang kita butuhkan untuk bukti perbuatan licik Lady Rose dengan pendeta palsu itu. Juga surat-surat pernikahan kita yang sah. Bagaimana, bisalah kau sabar?"
"Yes, sure. I trust you, and I'll try to be patient!" Rani tak bisa tak percaya kepada suaminya yang sudah memberikannya kebahagiaan lahir batin berkali-kali malam ini.
"Terima kasih! Mungkin sudah saatnya kita berpisah untuk sementara dan berpura-pura tak ada apa-apa di antara kita! Kuharap sabar dan maafkanlah aku jika di hadapan wanita itu aku masih harus berakting sebagai suaminya!"
"Uh, jangan buat aku membayangkannya, karena jujur saja, aku sangat cemburu membayangkan dirimu bersamanya!" Kala teringat pada adegan pertama yang tersuguh di hadapannya secara tak sengaja saat itu, Rani menggeliat, hampir saja berhasil melepaskan diri dari Orion.
"Aku juga merasakan hal yang sama saat kau bersama dengan Kenneth, meskipun ia belum berbuat apa-apa terhadap dirimu!" Erat-erat pemuda itu menahan pengantinnya. Lalu dalam sekejap dengan segenap kekuatannya diraihnya tubuh Rani dan dibaringkannya di atas ranjang.
"Sekali lagi, dan yang ini takkan kulakukan sehalus mungkin, karena kau membuatku terbakar kecemburuan yang amat sangat. Dan aku harus memberimu hukuman yang manis, bersiap-siaplah!"
Senyum Orion begitu jantan, nakal menggoda. Rani hanya bisa pasrah saat pengantin prianya memasuki dirinya sekali lagi, kali ini agak liar. Dengan heran Rani menemukan jika Orion begitu menarik; bisa lembut sekali memperlakukan dirinya, namun juga bisa sedemikian berapi-api. Entah sudah seberapa merah wajahnya saat ini, yang jelas ia merasa sedemikian malu namun juga mau.
"Astaga, Orion! Jika kita terus menerus begini, aku bisa segera... hamil!"
"Nanti saja kita pikirkan! I just want to enjoy you, every bit of you!"
***
Leon Delucas dan Kenneth Vanderfield belum segera masuk ke kamar tidur mereka masing-masing. Si remaja dan sang dokter masih berdebar-debar dan berusaha mengatur napas saat kembali ke main mansion. Keduanya langsung menuju ruang CCTV, sebuah ruangan rahasia yang sudah lama ada di lantai tiga namun baru belakangan ini lebih sering diakses dan ditambahkan beberapa monitor baru.
"Aku belum begitu mengerti, Leon. Di sebelah mana CCTV yang memantau daerah pagar yang tadi kita dekati?" Kenneth melihat ke sekitarnya, berusaha menemukan monitor yang tepat.
"Di sini, Dok. Aku yakin ini kamera yang memantau daerah tadi! Menghadap ke pagar kediaman kita, mungkin tak seberapa jelas karena malam." Leon menunjuk.
Semula tak ada pemandangan apa-apa di sana, hanya pagar hidup dan jalan raya sepi dengan beberapa lampu tinggi di kejauhan. Namun penampakan satu-dua objek hitam-hitam bergerak di sana membuat Kenneth dan Leon resah seketika.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H