Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 40)

23 Februari 2023   08:59 Diperbarui: 23 Februari 2023   09:00 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edit pribadi

"Thanks, but no, thanks a lot for your kind offer, Doctor!" Rani masih mencoba untuk berkelit, "I'm okay. I feel fine. Aku hanya butuh rehat sejenak atau tidur lebih cepat dan lebih lama agar besok pagi bangun dalam keadaan lebih segar! Sekarang, aku mohon diri. Sampai jumpa."

"It's not an offer," dokter Kenneth datang mendekat, kini berhadap-hadapan dengan Rani. Jarak mereka begitu dekat, Rani bisa mencium napas Kenneth beraroma mint serta wangi parfum white musk menyeruak dari tubuhnya, "It's a request, atau mungkin jika boleh kukatakan dalam kapasitasku sebagai dokter keluarga yang bertugas penuh di sini, it's an order."

Rani terkesiap. Tampaknya dokter ini takkan mundur selangkahpun dan akan terus mendesaknya hingga ia menurut. Wajah dan tubuhnya boleh juga. Ia sangat simpatik dan menarik, hampir seperti Orion. Namun pembawaannya yang santun dan kalem entah mengapa malah memuakkanku! Rani merasa galau sendiri.

"Aku tahu kau masih amat segan terhadapku. Aku memang masih asing bagimu, namun kita bisa berteman baik. Jangan khawatir, Nona Cempaka, or shall I call you with your first name, Rani? Percayalah, aku profesional, dan aku takkan menggigit." Kenneth bertambah berani.

"Oh, ba-ba-baiklah!"

Rani merasa tak berdaya, beringsut menjauh namun tak bisa pergi jauh dari Kenneth. Akhirnya tanpa suara, sang dokter berhasil 'mendesaknya' ke dalam sebuah kamar tamu tak jauh dari situ.

Mereka tak tahu, dari kejauhan sepasang mata cokelat sipit sedang mengamati.

Huh, sudah kuduga pria itu akan mencari alasan atau gara-gara dengan berbuat demikian! Aku harus mengikuti mereka! Orion bertekad untuk ke sana.

"Maaf, aku tak ingin mengunci pintu!" Rani masuk dan duduk dengan posisi sewajar mungkin di atas sofa, tak ingin berbaring di atas ranjang.

Dokter Kenneth mengeluarkan stetoskop yang tersembunyi di balik jas putihnya. Semenjak tiba di sini, benda itu selalu tergantung di lehernya. Ia benar-benar ingin selalu terlihat seperti layaknya dokter profesional. Namun wajahnya yang seperti model menjadikannya ekstra percaya diri dan juga sedikit 'mengerikan' untuk didekati wanita.

"Bukalah satu-dua kancing blus bagian atasmu agar aku bisa mendengar detak jantungmu!"

Rani sedikit kurang nyaman saat melakukan itu di hadapan dokter yang masih terus tersenyum ramah namun menatapnya nyaris tanpa berkedip.

"Bagus, sebentar ya, dan jangan berbicara, tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan..." Kenneth sepertinya sengaja meletakkan ujung lingkaran stetoskop itu lama-lama di atas dada kiri Rani. Telapak tangannya begitu dekat, gadis itu merasa kurang enak.

"Mengapa berdebar-debar begitu?" Kenneth tertawa, nada suaranya semakin mesra saja, "Kurasa kau kelelahan mengajar dan perlu sedikit merasa lebih santai. Bagaimana jika kuberi terapi pijatan? Aku bukan cuma seorang dokter medis biasa. Aku juga seorang masseur! Jangan khawatir, semua layanan sudah termasuk dalam gaji bulananku selama tinggal bersama kalian di sini. Gratis selama yang Nona Rani inginkan! Bagaimana?"

Rani ingin menepiskan tangan dokter itu agar tak berlama-lama berada di dekat area sensitifnya. Namun belum sempat ia mengatakan itu sendiri, seseorang mendorong pintu kamar tidur tamu.

"Dokter Kenneth, Anda ada di sini? Istriku baru saja meminta Anda pergi ke klinik untuk mulai memeriksa seluruh penjaga kompleks agar mereka semua dipastikan sehat saat tugas patroli 24 jam dilaksanakan besok pagi."

Suara itu, Orion! Rani terburu-buru menggeser duduknya, Duh, syukurlah!

Dokter Kenneth berdeham, merasa terganggu dengan kehadiran suami Lady Rosemary yang juga kurang ia sukai ini. "Oh,  baiklah jika begitu. Nona Rani, just take a rest in your room! Anda tak apa-apa, tak perlu minum obat-obatan, jagalah kesehatan baik-baik dan minumlah cukup air. Aku pergi dulu!"

"Terima kasih, Dok. I will." Rani merasa lega.

"You're welcome."

Rani duduk merapikan blusnya.

"Tunggu sebentar, Dokter Kenneth Vanderfield! Sebelum kau pergi ke sana..."

"Ya, Tuan Delucas?"

Dokter Kenneth dan Orion saling bertatapan, dingin dan penuh ketidakakraban. Semakin jelas jika mereka berdua takkan pernah bisa bersahabat, walau Kenneth belum dapat menduga apa yang telah terjadi.

"Ada satu hal yang kupintakan kepada Anda, Dok. Jangan ganggu Nona Maharani Cempaka tanpa sepengetahuan keluarga Delucas. Ia adalah staf guru di sini, mohon hormati dan perlakukan dengan baik." Orion berkata pelan sekali seakan tak ingin Rani mendengar kalimatnya.

"Baiklah, Tuan Orion Delucas. Sekadar informasi pribadi dariku saja, aku masih belum berpasangan dan berkeluarga. Seandainya Nona Maharani dan aku bisa berteman atau menjalin kedekatan, kuharap Anda sekeluarga tak keberatan." Kenneth tampaknya tak ingin mengalah begitu saja.

"Itu semua terserah Nona Maharani. Sekarang pergilah temui istriku dan  laksanakan apa yang menjadi tugasmu sebagai dokter!"

Kenneth tersenyum dingin, lalu berlalu. Orion memastikan pria itu menghilang di ujung koridor, lalu ia menyelinap masuk ke kamar.

"Rani!"

"Orion!"

Mereka seperti pasangan lama yang baru saja bertemu kembali setelah sekian lama. Tanpa dikomando, tubuh mereka bertemu dan saling berpeluk.

"Rani, orang itu tak berbuat apa-apa terhadapmu, bukan?" Orion sadar, mereka tak bisa berlama-lama berdua saja di tempat tertutup itu. Pelukan sesaat saja sudah cukup melegakan.

"Tidak, 'sih. Namun aku takut. I don't know why but I feel so scared!" Rani merasa hampir menangis.

Orion melepaskannya, membelai sejenak rambut hitam Rani. "No need to worry now, that suspicious doctor will never dare to touch you. Sekarang kau pergi ke paviliunmu dan lakukan semua seperti rencana kita semula. Setelah itu, temuilah aku di perpustakaan."

"Mengapa di perpustakaan?"

"Nanti saja, you will see it for yourself! Ayo, beranikan dirimu. Kita lakukan sementara Lady Rose dan Kenneth sibuk melakukan kegiatan pemeriksaan di klinik."

"Mampukah kita dalam beberapa jam ini melakukan semua rencana gila ini?"

"Kita harus mampu! Ayo, Rani. Everything will be just fine!"

Senyum Orion itu memberi Rani kekuatan baru. Tekadnya semakin bulat. Malam ini keduanya akan benar-benar 'bersama-sama' dan setelahnya takkan ada apapun di dunia Ever yang sanggup memisahkan mereka!

(bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun