"Apa ya? Pokoknya rahasia. Itulah yang kusebut tadi hal kecil yang sudah kurencanakan. Asal kau mau saja, aku tak memaksa. Bagaimana, apakah kau sudah siap untuk mengetahui rahasia-ku?"
Orion mendekat hingga bibir tipisnya hampir menyentuh telinga Rani. Napasnya terasa hangat, menimbulkan desir aneh yang semakin membuat gadis itu gelisah tak menentu. Sang pemuda memastikan hanya mereka berdua yang tahu saat dibisikkannya sebuah kalimat rahasia. Rani berangsur-angsur merona mendengarnya. Pipinya berubah warna dari merah jambu hingga nyaris merah padam!
"Bagaimana?" Orion sedikit menjauh, tersenyum menikmati perubahan yang ia timbulkan lewat kalimat rahasianya itu. Duh, gadis Everasia memang sangat manis dan jujur jika tersipu-sipu, tak seperti wanita Everopa yang cenderung menutupi dengan penuh percaya diri.
"Ta-ta-tapi, jika begitu, apakah suatu hari nanti takkan ketahuan oleh 'istri' dan anak-anak sambungmu?" Rani memberanikan diri bertanya balik, walaupun kalimat rahasia Orion tadi luar biasa membuatnya terkejut.
"Tenang saja. Hanya ada dua orang lain di dunia Ever ini yang tahu! Pokoknya setelah makan malam nanti, mari lakukan semua yang tadi kukatakan. Ingat, kita harus bergerak cepat dan hati-hati sekali!"
Rani berusaha keras untuk tak membayangkan semua yang akan terjadi. Namun ia sungguh menikmati petualangan yang baru akan dimulai ini.
"Semula aku hanya ingin membantumu, tetapi harus kuakui aku memiliki perasaan yang sama denganmu. Tumbuh subur dari dasar hatiku yang terdalam, tak dapat kusangkal. Meskipun ini semua barangkali terlalu cepat, baiklah, aku akan lakukan demi dirimu, demi kita. Orion, apapun yang akan terjadi, aku siap!" Rani mengangguk.
Pemuda itu sekali lagi tersenyum. "Thanks. I know I can count on you!" Diliriknya kiri-kanan dengan mata sipitnya, lalu diraihnya sejenak bahu Rani. Dirangkulnya dan dikecupnya kening gadis Evernesia itu. "Terima kasih banyak. Percayalah kepadaku, kaulah cinta terakhirku! Sekarang aku pergi dulu, nanti istriku curiga. Kau ingat step-by-step semua rencana kita?"
Rani mengangguk. Dengan berat hati Orion melepaskannya dan berpamitan, "Aku pergi dulu. See you soon at dinner time, then let's discreetly do all together. You and me, right?"
"Right. See you!"
Sepeninggal Orion, Rani duduk termenung di beranda paviliunnya. Hari menjelang senja dan kegiatan di kompleks Delucas belum juga selesai. Mentari sebentar lagi akan menghilang di ufuk barat, di balik pegunungan permai yang mengelilingi Chestertown. Gadis itu merenung.Â
Masa depan dunia Ever takkan pernah sama. Setelah era Hexa berlalu, kini datang era Octagon. Bagaimana mungkin aku dan dirinya bisa...
Rani masih belum bisa membayangkan semua. Berpasrah diri, diputuskannya untuk bangkit, bersiap-siap untuk menghadiri makan malam di kediaman Delucas.
Duh, aku tak tega seandainya Leon dan Grace sampai tahu hubungan ibu guru dengan ayah sambung mereka! Entah mereka akan membenci kami atau sebaliknya.
***
Meja makan Delucas malam itu tak seramai biasanya. Semua orang duduk makan dalam diam. Hidangan yang tersaji juga tak sebanyak dan semewah biasanya.
"Mulai malam ini kita akan berusaha hidup irit. Walaupun semua yang kumiliki masih lebih dari cukup untuk anak dan cucu Leon dan Grace sekalipun, mari belajar berempati dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada. Situasi dunia Ever kini sedang sangat memprihatinkan. Kita tetap bisa makan dan minum, namun mohon kendalikan diri!" Lady Rose membuka percakapan untuk pertama kali setelah hidangan pencuci mulut disajikan.Â
"Aku setuju! Semua sumber daya yang ada kita pergunakan sebaik-baiknya. Kita jaga agar semua teratur, terkendali, dan terencana hingga beberapa tahun ke depan!" Kenneth ikut berpendapat.
Orion dan Rani, yang tentu saja tak pernah duduk berdekatan, hanya diam saja. Orion hanya sesekali berdeham atau mengangguk saat si dokter 'pendatang baru' mulai mengoceh. Hampir semua yang ia kisahkan mengenai pandemi di masa lalu, hal yang tak ingin Rani maupun Orion dengar.Â
Pemuda itu masih menyimpan luka batin nan pedih atas kepergian selamanya sang ayah, Duke Thomas Brighton. Keluarga bangsawan senior Chestertown itu awalnya sedang bertengger pada puncak kejayaan. Saat dilanda efek pandemi virus Hexa, sama seperti banyak bisnis lainnya, perkebunan anggur mereka nyaris lumpuh total. Duke Thomas ikut terpuruk, kesehatannya menurun. Orion terpaksa menyaksikan ayahnya perlahan menderita dan menyerah pada maut sebelum akhirnya tersedia vaksin yang memadai.
Karena itulah Orion jadi pahit hati saat mengingat-ingat betapa kejamnya pandemi virus Hexa, ibarat musuh besar yang tak terlihat mata yang pada awalnya disepelekan semua orang dunia Ever. Mereka yang menyebutnya konspirasi, permainan politik dan dagang, dan entah apa lagi.
"Semua senjata dan cadangan amunisi aman dan terisi penuh, Milady Rose!" Henry Westwood datang melapor, "Setiap area publik kompleks kita sudah dipasangi CCTV.  Malam ini kita bisa tidur dengan nyenyak. Kompleks perkebunan-peternakan sudah dibentengi dengan baik. Jika perlu, kami sudah menyiapkan kejutan super spesial juga untuk keadaan darurat." Henry menutup laporannya.
"Wow, super spesial seperti apakah itu?" Leon tentu saja antusias, "Apakah Mama memasang aliran listrik tegangan tinggi pada kawat berduri yang kelak bisa memanggang zombie-zombie itu?"
"Hus, Leon! Kakak tak beretika sama sekali! Kita masih menikmati puding vanila berlumur saus stroberi, jangan bicarakan lagi hal menjijikkan seperti itu!" Grace lagi-lagi menyikutnya.
"Oh, maaf, maaf..." Leon malah terkikih gelisah.
"Oh, maafkan, tapi aku merasa kurang enak badan. I feel under the weather!" Tetiba Rani berdiri, "Permisi, izinkanlah aku undur diri, kembali dulu ke paviliun! Terima kasih untuk jamuan makan malam yang lezat ini! Excuse me, everyone! See you all tomorrow."
"Kau tak apa-apa? Alright, go ahead, rest well, sleep tight! Don't let bed bugs bite you!" Lady Rose kelihatannya tak peduli, malah di mata Rani terkesan sedikit senang karena Rani akhirnya pergi dari dekat Orion!
Rani sudah hampir keluar dari pintu utama main mansion yang terbuka ketika sebuah suara memanggilnya.
"Wait a minute, Nona Cempaka! Aku bisa memeriksamu! Let me examine you in the guest room!"
Uh, dokter Kenneth? Rani merasa malas melayani tawarannya. Namun bagaimana ia bisa menolak?
"Aku bertanggungjawab penuh atas kesehatan semua staf dan keluarga di sini! Bagaimanapun Anda akan kuperiksa, sebab aku tak ingin Lady Rosemary menganggapku tak berdedikasi pada kewajibanku sebagai seorang dokter!" Kenneth mendekat, seolah mendesak walau Rani belum mengatakan ya atau tidak.
Uh, bagaimana ini? Rani merasa malu. Di Evernesia, ia selalu memeriksakan diri kepada dokter wanita di puskesmas saat dirinya kurang enak badan. Namun di sini, di negeri yang jauh dan berbeda adat istiadat ini? Bahkan seorang Orion saja belum pernah melihat bagian tubuhnya yang tersembunyi!Â
(bersambung besok)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H