Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 36)

22 Februari 2023   09:23 Diperbarui: 22 Februari 2023   09:50 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edit pribadi

"Tetapi, Tuan Orion, tidakkah hal itu sangat riskan? Apabila Lady Rosemary sampai tahu semua ini, saya sangat khawatir ia takkan bisa menerima semuanya lalu nekat berbuat apa saja yang ia inginkan!" peringat Reverend James, "Beliau memiliki uang, kuasa serta segalanya yang ia inginkan! Andaikan saja seperti ini; kota ini bisa menjadi miliknya jika 'istri' Anda mau!"

"Bagaimana dengan tindakannya yang menikah denganku secara demikian, bukankah itu juga di luar pengetahuan dan perjanjian dengan ibuku? Ya, ibuku sekarang harus tahu mengenai semua ini. Rev. James, kumohon Anda menyimpan dulu semua rahasia ini! Pada waktunya aku akan kembali menghubungi Anda!"

"Saya berjanji demi Tuhan, Tuan Orion! Perbuatan Lady Rosemary memang tak dapat dibenarkan, walaupun saat ini kita belum bisa berbuat apa-apa. Kita belum tahu jelas ada apa di antara Tuan Edward Bennet dan 'istri' Anda. Berhati-hatilah. Semoga kebenaran segera terungkap dan krisis kesehatan di Everopa takkan terulang kembali."

"Amin. Baik, terima kasih banyak untuk pertolongan Anda, saatnya aku mohon diri. Good afternoon, Rev. James. I'll be back as soon as possible."

"God bless you, Son!"

Orion tak berlama-lama di kantor gereja Chestertown itu. Masih menemui suasana sepi yang tak biasanya di luar gedung, ia teringat kepada ibunya.

Benar, ibu adalah satu-satunya yang dapat menolongku serta kujadikan sekutu agar aku dan Rani kelak bisa bersama! Sekarang juga aku harus mengunjungi dan mengungkapkan segalanya! Rani, maaf jika semua ini terlalu cepat bagimu! Aku selalu merasa waktu kita salah, takkan pernah cukup, bahkan selalu terlambat! Sudah saatnya kuperbaiki segalanya sebelum keadaan bertambah runyam!

***

Pelajaran kilat 'bela diri' alias survival tactics yang dirancangkan oleh Kenneth Vanderfield setelah jam makan siang dilaksanakan di area belakang main mansion yang cukup luas. Biasanya area berpagar kayu putih sedang  itu dijadikan tempat berkuda santai maupun lahan serba guna saat event internal penghuni kompleks maupun pesta pribadi keluarga Delucas. Kali ini tempat itu disulap bak area tembak dengan disediakannya beberapa papan sasaran seperti yang ada dalam film-film laga. Semua anggota keluarga termasuk Rani dan Kenneth dilatih menggunakan senjata berperedam agar suara letusan peluru tak terdengar terlalu kencang.

"Keren, sungguh jauh lebih keren daripada Frenzy Fire atau Public Enemies, game online yang ada di ponsel dan komputer!" Leon seperti biasa, selalu menganggap hebat dan cool semua yang tak biasa-biasa saja.

"Huh, jelas tak menyenangkan dan membuatku merasa bersalah, bayangkan, harus membunuh makhluk 'hidup'! Makanya aku tak pernah mau ikut event berburu hewan liar atau permainan tembak-menembak apapun!" Grace tentu saja menemukan celah untuk menohok kakaknya lagi.

"Zombie 'kan selalu dianggap sudah mati? Kurasa 'sih tak apa-apa jika kita melumpuhkan apapun yang sudah tak lagi betul-betul bernyawa!" Leon yang sedang asyik membidik dan menembak papan sasaran berbentuk lingkaran-lingkaran bernomor santai saja menanggapi, "Self defense is so damned natural!"

"Yes, Young Man!" Kenneth si dokter yang sedang mengawasi dan sesekali memberikan saran kepada keluarga Delucas dan beberapa pegawai senior ikut menimpali, "Asal kita tak melakukan tindakan main hakim sendiri, misalnya dengan menembak membabi buta. By the way, Leon, very nice shoots! Sebagian besar bidikanmu mengenai sasaran. You may someday become an athlete, a pro shooter!"

"Aww, thank you very much, Doc, uh, Kenneth, no, aku tak berbakat jadi atlet penembak, ini semua kebetulan saja, mungkin hanya karena sering bermain game online!" Leon menyeringai.

"Belajarlah lebih banyak, Leon, tahun depan kau akan mulai kuliah di Everlondon atau bahkan di Evermerika!" Lady Rosemary tentu saja tak suka jika putranya itu banyak bermain seperti teman-teman seumurannya yang 'bukan ningrat', "By the way, is Orion already here or not? I have to check his whereabouts!"

Lady Rose meletakkan senjata latihannya dan meraih ponsel. Namun sebuah suara ramah dan rendah mengejutkannya.

"I'm back home, Ladies and Gentlemen. Maafkan aku, sudah pergi tanpa pamit."

Rani juga berada di sekitar situ, lebih banyak menonton aksi adu jitu keluarga Delucas daripada mencoba senjata untuk latihan yang ia genggam. Sapaan Orion, walau belum berbalik menghadapnya, selalu berhasil membuatnya deg-degan.

"Well, okay, tetapi ada apa? Mengapa kau tak mengabariku?" Lady Rose semula hendak meluapkan kemarahan, tetapi segera sadar jika mereka tak hanya berdua saja.

"Aku menerima kabar, ibuku sedang kurang sehat, jadi..."

"Oh, My Bestie, Magdalene?" Lady Rose seolah-olah tampak terkejut dan prihatin, "Betulkah? Aku harus menghubunginya! Bagaimanapun ibumu adalah ibu mertuaku!" Lady Rose bergegas meraih ponsel. Ditekannya nomor kontak Lady Magdalene Brighton.

Orion, syukurlah. Semoga ibumu baik-baik saja... Walau merasa lega, Rani juga merasa ingin sekali bertanya banyak hal kepada Orion, namun tampaknya ia harus menunda.

Lady Rose menjauh dari semua orang dan segera berbicara kepada ibu Orion. Pemuda itu tampak sedikit lelah setelah perjalanan kembali. Rani sudah hendak mengajaknya ke dapur untuk makan siang, namun Lady Rose sudah kembali.

"Well, baiklah, semoga sahabatku itu segera sehat kembali. Orion, beristirahatlah, setelah kau siap, mari ikut latihan di sini!"

"Baiklah. Kurasa aku perlu minum, aku merasa haus, see you all soon." Orion berlalu ke pantry.

Pemuda itu baru hendak menyeduh secangkir kopi hangat di pantry saat Rani muncul di ambang pintu.

"Hai, Rani!" Orion selalu memberikan senyum termanis, "I miss you! Mari duduk, kubuatkan kau secangkir kopi! Mungkin tak sesedap kopi-kopi dari negerimu Evernesia, tapi lumayan. I don't really into cold coffee. Kuharap kau suka."

"Uh, yes, thanks, and of course, I miss you too." aku Rani malu-malu sekaligus lega karena Orion kembali dan 'baik-baik saja', "Lain kali kuseduhkan kopiku dari Djava, Balee atau Toratu, aromanya juga sedap sekali. Aku membawa beberapa bungkus di tas, di paviliun."

Tak lama, keduanya sudah duduk berhadap-hadapan. Rani merasa jengah berduaan begini, rasanya seperti remaja yang baru jadian, takut dipergoki orang tua! Sesekali dipandangnya pintu pantry, khawatir jika Leon atau malah Rose menyerbu masuk!

"Rani, ada apa, are you okay?" Orion mengerling mesra.

"Yes, just worried about you. Tadi kau pergi ke mana, Tuan... eh, Orion?"

Pemuda tampan itu berdiri dan malah duduk di kursi sebelah Rani, membuat si gadis bertambah gugup!

"Mencoba melakukan sesuatu agar kita bisa segera menikah, lalu pergi jauh-jauh dari tempat ini!"

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun