Misalnya: Dengan santainya ia berjalan ke sana ke mari sambil lihat kiri lihat kanan putar kiri putar kanan lalu kembali duduk di tempat duduknya sambil mengangkat kaki dan bertopang dagu dan menguap lebar-lebar. (Jangan harap bisa membaca kalimat semacam ini dalam kisah fiksiku).
3. Pemilihan nama tokoh yang terlalu panjang, ingin terdengar dan terbaca wah-wah, namun malah berbelit-belit dan susah untuk diingat dan dibedakan oleh pembaca.
Misalnya: Chantique Scully Indah Mentari Putri Alamakjang Ahik-ahik (Jangan harap nama semacam ini saya gunakan dalam kisah fiksiku).
Apa akibatnya jika kita terlalu nyastra?
1. Pembaca akan merasa pusing sendiri dan akibatnya malah malas melanjutkan.
2. Alih-alih jadi suatu kisah yang menarik, malah akan terkesan terlalu fantastis (bukan fantasi, ya) dan berlebihan, sehingga sudah di luar nalar dan pemikiran.
3. Alih-alih dicap sebagai penulis yang sudah mampu membangun minat pembaca, percayalah, bahwa sebagian besar pembaca sebenarnya tidak akan menikmati. Akan tetapi karena sudah terlanjur, sebagian akan tetap mengikuti walau dengan setengah terpaksa.
Jadi, apakah karya kita sudah tampil sederhana, namun mengena dan cukup makna, atau malah terlalu berlebihan bin kelewat nyastra?
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H