Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 17)

9 Februari 2023   13:57 Diperbarui: 9 Februari 2023   14:18 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rani, now you already knew what's inside my heart. Maafkan aku tak bisa berbohong maupun menahan-nahan lebih lama lagi. Tak mungkin kuberitahukan semua perasaanku kepadamu ini di dalam kediaman Delucas! Tentunya akan sangat menyakitkan keluarga itu. Juga, dulu-dulu tak ingin kuutarakan begitu saja, atau kau akan marah dan benci kepadaku! Jadilah kekasihku, Rani." 

Orion masih bersikeras menahan Maharani dalam pelukannya. Gadis itu ingin berontak, sama seperti saat ia mendorong dada Orion untuk menjauh darinya. Ia tak ingin lagi dekat-dekat pada bara api yang menghanguskan itu. Bibir Orion yang merah muda dan lembut itu begitu mengundang untuk dikecup lagi dan lagi. Napasnya terasa di tengkuk Rani, hangat sekali. Aroma tubuhnya begitu natural bagaikan rempah-rempah, dedaunan kering dan kayu-kayuan hutan musim gugur. Orion memang secara alami begitu magnetik.

"Jadi Anda ingin aku jadi kekasihmu, Tuan Orion, di saat Anda sudah beristri? Apakah Anda sudah gila? Anda seorang pria yang sudah terlarang untuk dimiliki. Aku berdosa besar jika berani merebut seorang suami dan ayah sambung anak-anak didikku! Menjauhlah dariku, pergilah yang jauh, tinggalkan aku sendiri!" Maharani bergelut sesaat, kedua tangan mungilnya coba mendorong Orion lagi, berusaha keras melawan semua daya tarik pria muda itu. Ditinjunya dada Orion dengan kepalan-kepalan kecilnya. Namun tubuh Orion yang atletis, tinggi dan langsing bergeming.

"Ya, Rani. Aku mungkin memang sudah gila. Demi dirimu hingga hari ini belum juga ingin kuberikan tubuhku sepenuhnya untuk Rose, nenek sihir itu! Aku hanya ingin memberikan diriku untukmu!"

"Apa maksud Anda, Tuan Orion?"

"Hei, mengapa kau lagi-lagi memanggilku 'Tuan'? Cukup Orion saja. Please help me, Rani. Katakanlah bahwa kau mencintaiku juga, walau hanya sesaat. Aku berjanji akan menikahimu secara resmi! Rose akan marah besar lalu mengusir kita berdua dari kediaman Delucas. Kita lalu pergi berdua jauh-jauh dari Chestertown, bagaimana?"

"Aku belum bilang bahwa aku juga mencintai Anda, Tuan Orion! Mengapa kau begitu yakin jika aku juga mencintaimu?"

"Aku tak memintamu membalas perasaanku ini. Hanya ingin kau bisa menyukaiku sedikit saja. Sekaligus menolongku hingga aku bisa pergi dari kediaman Delucas. Aku tak punya cara lain lagi, harus bagaimana lagi. Berada di sana, walaupun kami punya segala-galanya, sungguh menyiksa bagiku."

Rani tak mampu berkata apa-apa. Kelihatannya pria muda rupawan di hadapannya ini memang tak bermaksud buruk. Wajahnya hampir seperti memelas, putus asa.

"Tetap saja, aku belum bisa, Tuan Orion. Aku turut prihatin dengan masalahmu. Kau seorang putra yang berbakti. Hanya saja..."

Tiba-tiba sama seperti kemarin malam, Orion menarik paksa wajah mungil Maharani ke dalam kedua tangannya yang cukup besar namun berjari lentik panjang.

Rani ingin mengelak. Tetapi sungguh aneh, ia tak mampu. Orion pun tak mau didorong untuk ketiga kalinya Sekali lagi pemuda itu menatap sedekat mungkin wajah lugu Maharani, "Jika perlu, akan kuakui apa yang kurasakan sejak pertama kali mengenalmu! Pada hari pertama, saat aku sekali lagi berhasil menjauhkan diri dari wanita tua yang menjadikanku suami kedua, aku betul-betul sudah tak tahan lagi. Rani, I'm not a saint, not a holy man, and definitely not an angel! But I need to be loved. Dan anehnya, kau selalu membuatku gemetar. You gave me the shivers!"

Bersama dengan kalimat itu, dengan buas Orion mendesak bibir Maharani untuk kedua kalinya. "Please, feel me once again. I beg you!"

Tidak, tidak, tapi... Rani kali ini tak bisa lagi memungkiri perasaannya. Entah apa yang merasukinya, kini pertahanannya melonggar. Dibiarkannya Orion melakukan keinginannya, atau lebih tepatnya, keinginan mereka berdua.

Siang itu cenderung hangat, udara cerah berangin. Namun Rani merasa kepanasan, telapak tangannya mulai basah. Astaga, ia tak bisa menghindar lebih lama lagi. Bibir pemuda tampan ini sangat nikmat. He's really a good kisser! Oh my God. Why I let him did this to me! Please, stop, no... Semua kata-kata itu hanya menjadi buah pikiran Rani. Dengan heran ditemukannya kedua tangannya ikut mendekap wajah Orion, meraih rahangnya yang tegas. Kulitnya putih bersih, sedikit titik-titik kelabu bekas cukur masih saja membayang di dagu terbelahnya, ia memang istimewa bagaikan seorang Dewa Yunani! Bibirnya seperti permen manis nan nikmat, terasa istimewa dan legit, membuat kecanduan lagi dan lagi.

"Uh, why you did this to me? Kita tak bisa begini! Ini hal yang terlarang, tak peduli sebagaimanapun inginnya kubalas perasaanmu! Honestly, please forgive me if it's wrong, but actually, I started to want you as well!"

Ada rasa lega yang luar biasa meledak-ledak dalam dada saat Rani mengeluarkan apa yang ia rasakan.

"Wait. Apa aku tak salah dengar? So you want me too? Why?" Orion sedikit terkejut dengan perubahan mendadak Maharani itu.

"Actually, I have to admit. Izinkan kuakui sesuatu yang memalukan yang tak sengaja terjadi. I saw both of you that night! Kuakui, pada malam pertamaku di kediaman Delucas, di main mansion, aku..."

"Oh, jangan-jangan kau melihatku dan si nenek sihir itu berusaha keras melakukan kewajiban layaknya suami istri? Sungguh memalukan. Tapi, tak apa-apa, anehnya aku malah merasa sangat senang, I feel overjoyed..." Senyum nakal terbit di wajah Orion. 

Tanpa ada yang memulai, sekali lagi keduanya mencoba memadukan bibir untuk yang keempat kali. Saling memagut, saling menikmati, walau belum berani lebih jauh lagi dari ini. Setidaknya untuk saat ini!

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun