Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 16)

9 Februari 2023   09:42 Diperbarui: 9 Februari 2023   10:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pipi Maharani memanas. Ia belum pernah dipuji seperti itu, bahkan oleh mereka yang dulu-dulu menyukainya dan ingin mendekatinya. Gebetan, teman akrab, atau siapapun yang dulu cukup dekat dengannya di bangku sekolah maupun kuliah di Evernesia sering melayangkan rayuan gombal. Namun ia tak pernah menanggapi, setidaknya karena ia tak berminat kepada mereka.

Namun di negeri yang jauh ini, ia merasakan hal yang jauh berbeda. Dipuji oleh pemuda tampan yang belum lama ia kenal membuatnya ingin terbang melayang bagaikan daun-daun musim gugur yang masih sangat indah bertaburan di perbukitan Chestertown.

"Duh, terima kasih. Thank you very much. Actually, I never feel that beautiful, I'm just an ordinary girl. Aku belum pernah punya pacar, tak ada yang berminat denganku, walau di negeriku pada usia ini sangat banyak yang sudah mengikatkan diri dengan seorang lawan jenis. Aku tak tahu apakah aku layak untuk mengatakan aku cantik. Duh, maafkan kecerewetan dan curahan hatiku ini. Aku tak seharusnya bicara sepanjang ini! I'm just an ugly duckling."

"Jangan merendah, you really do. And you're a very kind young lady as well. Sayang sekali, aku terlambat berjumpa denganmu dan terlanjur menerima begitu saja permintaan ibuku untuk..." nada suara Orion berubah saat mengucapkan kalimat terakhirnya, "ya, kau tahu, takdir kadang mempertemukan dua orang manusia pada saat yang tidak tepat." Bersama kalimatnya Orion kembali saling menatap dengan Maharani. Pertemuan pandangan mereka selalu menimbulkan desir hangat di punggung gadis itu. Mata sipit cokelat di bawah alis tebal nan rapi, lekuk dalam yang menggoda di antara hidung mancung khas Everopa. Maharani tak bisa melepaskan pandangnya begitu saja.

"What do you mean?" Akhirnya gadis itu berhasil memecah kesunyian, "saat apa yang kau sebut tidak tepat?"

"Uh, maaf, so sorry, please just forget all the silly things I've just said," Orion tertawa gelisah, "anyway, it's a pleasure to know and meet you. I'll never regret that!" sekali lagi diberinya senyum termanis.

"Me too," Maharani membalas. Tetiba teringat pada permintaan lama pemuda di hadapannya plus kecupan dadakan yang ia berikan, ia segera paham maksud Orion. Merasa malu sendiri, segan sekaligus salah tingkah, gadis itu tetiba butuh sedikit jarak antara dirinya dan lawan bicaranya. Keluar dari dalam mobil, Rani berdiri di tepi tebing itu. "Jadi, Orion, kau mengajakku kemari untuk melihat-lihat pemandangan indah sejenak atau sesungguhnya ada hal lain yang ingin kau sampaikan?" tanyanya sambil memandang jauh ke bawah, masih merasa gelisah.

Orion mengikuti jejak Rani keluar dari kendaraan dan berdiri di sisinya. "Kau mau aku jujur?" tanyanya dengan suara rendah.

"Ya." Maharani yang memang tak suka hal-hal bertele-tele dan basa-basi merasa takut, namun ia lebih menyukai keterusterangan, seberapapun pahitnya.

"Listen, Maharani." Pemuda itu menarik lengan si gadis mendekat, sekali lagi menancapkan pandang dalam-dalam pada kedua pupil hitam Rani yang gemetaran, "Aku tak bermaksud jadi lelaki iseng yang kurang ajar atau hanya ingin menggodamu. Aku memang sudah menjadi suami seseorang, walau itu tak pernah kuinginkan! Namun, siang ini, di tempat menakjubkan ini, aku sangat ingin kau tahu semua yang kurasakan sejak pertama kali kita bertemu beberapa hari yang lalu."

Rani merasa tercekam. Orion semakin dekat dengannya, dengan heran gadis itu tetap diam, tak ingin menjauh meski ia tahu jika Orion tak boleh begini. Ia bukan seorang gadis murahan yang bisa begitu saja menerima siapapun yang ingin berteman dengannya, apalagi mereka yang menginginkan lebih jauh lagi daripada itu. Ia menjaga diri dengan hati-hati. Semua nasihat keluarga besarnya di Evernesia ia pegang teguh. Semua orang yang ia kenal, baik pria maupun wanita, ia beri jarak tertentu yang tak bisa sembarangan mereka terobos. Begitu pula di Everopa, di mana pergaulan terasa jauh lebih santai dan lebih  bebas. Berhati-hati saja jelas tidak cukup. Ia bagaikan seekor domba putih kecil di tengah-tengah kawanan serigala, walaupun di sini tak ada serigala, hanya ada... Orion Delucas!

Akhirnya Rani mengumpulkan segenap keberanian dan bertanya, "Apa yang kau rasakan?"

"Aku mencintaimu. I love you, Maharani Cempaka."

"O-o-orion? Tidak mungkin!" Rani saat ini merasa hal yang paling mustahil di dunia sedang terjadi. Kedua mata hitamnya yang bulat terbelalak seakan tak percaya jika Orion baru saja mengatakan kalimat paling mengerikan dalam hidupnya!

Seharusnya ini jadi kalimat terindah, akan tetapi mengapa di siang hari yang cerah ini, hal itu kedengaran bagai petir di telingaku! Merobek-robek sukma dan menghunjam jantungku hingga ke relung terdalam. Orion, pertemuan kita menyakitkan hatiku, memikirkanmu menyiksa pikiranku!

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun