"Berbukalah dengan yang manis!" sebuah tagline iklan yang sudah bertahun-tahun usianya namun masih terngiang-ngiang hingga sekarang.
Mengapa seolah-olah manis menjadi rasa yang paling utama dan dicari-cari? Sejak anak-anak, inilah rasa pertama yang paling dicari dan digemari oleh hampir semua orang. Setelah itu barulah kita mengenal asin, pahit, asam, dan pedas (yang sebenarnya bukanlah sebuah rasa, melainkan sensasi terbakar di lidah yang menyenangkan).
Rasa manis ini begitu mudah didapatkan nyaris di mana saja dan hadir dalam makanan dan minuman yang setiap hari disajikan. Jangankan dari gula tebu atau susu cokelat, rasa manis sebetulnya hadir juga dalam banyak sekali asupan yang tidak manis atau tawar, seperti nasi putih, roti tawar dan susu plain.
Jika makanan dan  minuman tidak ada rasa, anak-anak seperti kehilangan selera makan. Apalagi jika tidak diperbolehkan jajan atau tidak dibelikan produk yang diiklankan di televisi. Sepertinya kudet, ketinggalan zaman, atau kurang gaul.
Belum lagi serbuan produk makanan dan minuman ringan seperti es boba, es kocok dan teh manis yang mudah didapatkan di gerai-gerai secara online maupun di lapak dengan harga terjangkau.
Sayangnya, makanan dan minuman manis jika dikonsumsi berlebihan bisa menimbulkan beragam gangguan kesehatan akibat asupan gula yang berlebihan, khususnya glukosa dan fruktosa.Â
Bukan hanya sebatas karies atau lubang gigi saja, melainkan kegemukan dan diabetes akibat tidak sanggupnya tubuh menanggung beban pengolahan asupan gula yang masuk.
Anak-anak yang gemuk selalu terkesan lucu dan sehat, namun orang tua patut waspada. Bukan hanya lemak dan karbohidrat saja yang bisa menyebabkan penyakit, kelebihan gula juga bisa menyebabkan diabetes pada anak.
Apa saja hal mudah yang bisa orang tua lakukan sebagai tindakan pencegahan?
1. Jangan biasakan anak untuk minum minuman manis, terutama minuman berenergi, teh manis dalam kemasan, dan minuman olahan berwarna dengan kandungan pemanis (gula alami dan pemanis buatan).Â
Sebisa mungkin, biasakan anak untuk minum air putih, jauh lebih bersih dan sehat.
2. Biasakan anak untuk membawa bekal dari rumah daripada jajan-jajan snack di luar yang belum jelas mutu dan kebersihannya. Selain lebih irit, juga jauh lebih yakin pada isi dan gizinya.
3. Jika anak mengalami kelebihan berat badan, jangan lantas dirundung dan dipermalukan. Sebelum terlambat, perbaiki pola makan. Lebih baik makan kecil 2 kali sehari dan makan biasa 3 kali dalam porsi sedang daripada makan biasa 3 kali dalam porsi besar.
4. Jangan biasakan anak untuk mengudap sambil menonton televisi atau bermain komputer/gawai. Hal tersebut bisa menyebabkan sitting potato syndrome atau couch potato syndrome (akibat terlalu banyak duduk, kurang gerak, sehingga menimbulkan kelebihan berat badan).
5. Beri anak kegiatan di luar, jangan hanya bermain gawai atau lato-lato saja. Ajaklah untuk berkebun, merawat hewan peliharaan, berolahraga, dan lain sebagainya.
6. Edukasi anak untuk tidak hanya tertarik pada produk di iklan-iklan lantas mencobanya, berikan contoh dan penjelasan bahwa tidak semua yang diiklankan di televisi dan media lainnya kita butuhkan walau terlihat lezat, segar dan menarik.Â
7. Jika tertarik pada sejenis makanan atau minuman yang terlihat enak dan segar, mengapa bunda tidak mencoba membuatnya sendiri di rumah? Tentunya akan jauh lebih murah, bersih dan bergizi.
Semoga bermanfaat dan selamat mencoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H