Pernahkah kita gagal, atau kalah, atau tidak mendapatkan porsi dan tempat yang seharusnya mudah saja atau sewajarnya bisa kita dapatkan? Haruskah kita tetap menjadi baik dan legawa setelah dikecewakan atau ditolak sedemikian rupa?
"Heran ya, kok penulis berpengalaman sekaliber dia tidak lolos seleksi?"
"Aneh, biasanya dia menang, kok kali ini bisa kalah?"
"Apa dia kurang berusaha, ya? Biasanya dia bagus, berhasil, kali ini kok karyanya  gagal?"
Sebuah pengalaman pribadi. Ada kalanya kita down saat harus berusaha keras menerima kenyataan jika karya tulis kita tidak menang lomba atau kompetisi yang seharusnya 'mudah saja' kita menangkan.
Meski kita sering menang, tidak selalu berarti kita pasti menang. Ada kalanya kita harus berlapang dada dan legawa menerima jika kali ini gagal atau tidak diterima dalam kolam di mana kita berkecimpung.
Atlet paling pro saja kadang bisa kalah dalam Olimpiade. Kesebelasan sepakbola paling kuat, legendaris, terkenal sedunia juga bisa saja tidak beruntung menembus final Piala Dunia.
Gelar, pengalaman, bakat, jam terbang, sama sekali bukan jaminan.
Kadang kita menyalahkan diri; 'Memang saya kurang usaha, kurang niat, kurang waktu.'
Padahal bukan hanya itu. Di mana letak kesalahan atau masalahnya? Mari kita renungkan bersama.