Banyak penulis fiksi atau non fiksi yang sudah sukses di platform atau media tertentu saja sudah merasa 'puas' dan 'sukses' dengan adanya ribuan, ratusan atau bahkan jutaan view. Apalagi jika sudah banyak menghasilkan bonus/uang.
Padahal, ada fakta-fakta yang tidak disadari sebagai 'kegagalan terselubung'.
1. Banyaknya view dan bonus/uang bukanlah ukuran/patokan sejati keberhasilan dalam menulis. Karya mungkin masih sepi, belum mendapatkan apa-apa, hendaklah penulis tidak lantas menyerah dan berhenti begitu saja. Bukan berarti karyamu tidak bagus, melainkan belum menemukan pembaca yang tepat. Rajin-rajinlah membagi/share tulisan Anda.
2. 'Kegagalan' terbesar penulis yang dianggap berhasil bukan karena tidak mendapat cuan, melainkan gagal menanamkan edukasi melalui tulisan yang ia persembahkan, misalnya terlalu mengada-ada berkisah hingga akhirnya pembaca percaya jika yang ia tuliskan 'betul-betul ada/bisa dipercaya'.
Bukan hanya non fiksi yang harus logis/masuk akal.
Fiksi juga seyogyanya tak terlalu ngayal, misalnya (maaf) dikisahkan pasangan tokoh hebat banget, sanggup bercinta 24 jam nonstop, dan lain-lain. Lalu ada pembaca yang belum menikah jadi begitu percaya, 'Oh, bisa gitu ya?'. Begitu pembaca mengalami sendiri (menikah) bisa jadi ia akan kecewa sebab hidup/kenyataan ternyata tak seindah yang dikisahkan.
Di sinilah pentingnya logika, bahkan dalam penulisan sebuah fiksi.
Selayaknya penulis lama dan baru juga banyak-banyak membaca agar tahu batas-batas kesanggupan manusia (untuk bercinta, misalnya), jadi hasil karyanya tidak terlalu bombastis/mengada-ada.
3. 'Kegagalan' penulis untuk terus berusaha mengedukasi diri karena menganggap karyanya selama ini sudah cukup memuaskan.Â
Tidak mau belajar dengan tidak ingin membaca, dalam arti lain merasa dirinya sudah terkenal, sudah hebat, padahal tingkat lokal/aplikasi saja. Tidak mau menerima kritik dan saran dari pembaca maupun penulis-penulis yang ia tidak kenal (yang dianggap 'belum sehebat' dirinya).