"Haaah ??" Rey gantian jengah mendengar kata-kata Joy itu. "Kau pernah jadi model di kelas seni lukis kuliahmu?"
"Bu, bu, bukan aku dan kuliahku. Di universitas lain yang lebih berani, konon ada model wanita yang siap 'buka-bukaan' saat kelas seni. Yah, kau bisa bayangkan, duduk atau tiduran di atas meja di depan kelas, buka semua yang perlu, sementara mahasiswa-mahasiswi seni di bangku dan meja kuliah atau kanvas mereka, dengan kuas atau pensil menggambar sketsa tubuhmu. Dibayar lumayan juga, konon sejam begitu, sama dengan gaji kantoran sehari penuh, lho. Mahasiswa sering patungan membayar si model."
"Hmm. Kalau aku tahu ada jurusan seni begitu, dulu aku tak jadi ah, ambil kuliah jurusan IT." canda Rey. "Tapi, jadi fotografer ada juga sebenarnya model yang berani tampil all-out kok. Hanya saja.." Rey pura-pura pasang wajah alim, "akunya yang gak mau, padahal banyak gadis mau aku foto begitu."
"Uhh, seram. Menahan nafsu." Joy sedikit banyak membayangkan Rey juga sedang berusaha mengarahkan kamera tanpa gemetaran agar hasil jepretannya tidak blur.
Tentunya susah bagi seorang pria sejati, ibarat makanan lezat siap santap tersaji minta dinikmati, alangkah susahnya untuk menahan diri agar tidak nyomot.
"Kami 'profesional'. Itu kata mereka. Tapi siapa berani jamin kalau model dan fotografer takkan pernah tergoda untuk berbuat." Rey memutar-mutar bola matanya yang selalu membentuk smize itu.
"Kalau kau bisa saja tak tergoda, tapi bisa saja mereka terus menggodamu?" Joy tiba-tiba kumat cemburunya.
"Seperti kau tanpa berkata apa-apa saja sudah menggodaku dari tadi?" Rey mulai bersuara rendah yang selalu berhasil membangkitkan gemas Joy.
"Uhhh, ayo Rey, kita makan dulu. Lapar sekali. Nyalakan lampu daruratmu, kita panaskan makanan bekal kita dan buat air panas untuk menyeduh teh dengan api unggun."
"Ide baik! Ini ada kayu-kayu kering, kita susun di depan gua dan buat api unggun kecil setelah hujan berhenti."
Mereka selama satu dua jam menikmati hidup seperti Mr. dan Ms. Flint Stonez dan berdua menikmati momen manusia jaman batu itu, saling bercerita tentang segala kenakalan jaman kuliah mereka