"Sudah kumintakan cuti tak terbatas untukmu dari Mr. Bee. Jadi kita berdua bebas sepuasnya mau ngapain aja di pulau terpencil ini, mau gak berbusana lari-lari berdua di pantai juga aman." goda Rey dengan suara rendahnya.
"Idihh.. Nanti masuk angin." wajah Joy bertambah merah. "Ogah ah, malu sama matahari, awan, burung camar. Gawat kalau terekam mbah Gugel Bumi."
"Oh ya. Kamu gak pernah bikin foto seksi kita. Padahal kamu suka foto-foto." tambah Joy lagi, penasaran. Sambil makan dengan lahap, suap-suapan, dicobanya mengorek rahasia Rey yang tak pernah ditanyakannya saat mereka pacaran.
Rey turut makan. Sambil mengoles roti dengan mentega ia berkata, "Aku sih gak bakal rekam kita, ambil foto kamu, no, no. Aku paling gak setuju kalau cowok rekam-rekam, foto, atau bahkan melukis nude walau dengan alasan koleksi pribadi. Walau aku fotografer, aku gak setuju."
"Kan indah dilihat."
"Bagaimana kalau bocor, data hilang dihapus pun bisa balik kok. Dan aku juga gak mau ada cowok lain melihat kamu. Walau pake baju seksi pun, aku gak mau." Rey walau pendiam sama seperti Joy, rasa cemburu dan posesifnya pun besar sekali. Mereka saling menjaga dengan keunikan yang sama itu. "Makanya aku ga mau dunia tahu kalau Joy sebetulnya lebih menarik luar dalam, kini aku sudah tahu semuanya tentangmu. Memilikimu adalah keajaiban."
Mereka bertatapan. "Kau senang memilikiku, Joy?" tanya Rey, yang matanya selalu tersenyum saat memandang Joy yang mudah jengah.
"Lebih dari senang. Aku bahagia." Joy merasa hangat dalam hati, sehangat cangkir kopi susu dalam genggamannya.
Usai sarapan, Rey lagi malas romantis-romantisan. "Uh, lengket juga nih. Habis ini kita mandi bareng yuk, Joy my Baby Wify."
"Ba.. bareng?" deg. Deg. DEG.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H