Joy si tomboy, kekasihnya Rey si pangeran bersama duo ksatria sobatnya, Yin dan Yang, pun menghabiskan sisa hari itu menumpang di rumah Joy dan mamanya. Mereka makan sepuasnya, bercerita, nonton film, serta menyusun rencana ke depan.
Walau semua pemuda tampak gembira, Joy tak dapat menyembunyikan kesedihan hatinya.
Inikah malam terakhirku bersama Rey? Berapa lama lagi baru aku akan berjumpa lagi dengannya setelah 'perpisahan' esok hari?
Rey segera menangkap kegelisahan gadis perasa itu. Duo Yin Yang yang selalu menunjukkan keceriaan, bercanda dan berkali-kali berusaha menghibur Joy dengan menirukan kemesraan pasangan kekasih itu, pun tak mampu memupuskan kegalauan Joy.
"Baiklah bro Rey, kami nonton film berdua di ruang sebelah, kau dan Rey di sini saja bercerita sepuasnya tentang apapun agar besok tak rindu-rindu amat," bisik Yin kepada Rey.
"Kami sarankan kau ajak Joy 'tamasya' di rumah, karena tak mungkin lagi bisa ke mal, pantai atau kolam renang dalam waktu dekat ini." Ksatria Yang juga membisikkan sebuah ide di telinga Rey.
"Baik, bro Yang. Ide bagus." Rey tersenyum setuju.
"Kita kemana? Eh, hati-hati dengan kacamataku, kalau pecah repot. Tebal, susah dibuat di optik biasa." Joy, dengan mata tertutup kedua belah tangan Rey, tak dapat melihat kemana kekasihnya menggiringnya. Walau masih di dalam rumahnya sendiri.
"Kejutan."
Rey akhirnya membuka tangannya dan menyuruh Joy membuka mata.
Hanya sebuah ruangan putih kosong, dimana sebuah proyektor merefleksikan padang penuh bunga lavender liar ungu di dindingnya, dilengkapi dengan langit biru cerah. Sangat mirip dengan yang sungguhan, apalagi di atas lantai telah digelar tikar, keranjang piknik berisi makanan dan minuman, dan dekorasi seakan-akan mereka hendak piknik di alam terbuka nan maha luas. Apalagi telah disemprotkan pengharum ruangan beraroma bunga ungu itu, jadi suasana semakin hidup.
"Indah sekali!" Joy tak dapat menahan haru.
"Ini lokasi kesukaanku. Bila aku sedang gundah gulana, di Evertonia, aku sering pergi ke padang lavender liar ini."
Rey mengajak Joy duduk dan berpiknik di padang lavender virtual mereka. Sambil minum jus jeruk dan makan roti lapis, keduanya bercerita tentang segala yang terlintas di hati.
"Ayahku tak pernah bicara soal ibuku. Kau beruntung dulu punya papa dan masih punya mama." Rey akhirnya bicara soal orangtuanya. "Sampai sekarang aku tak pernah tahu ibundaku masih hidup atau sudah tiada. Aku sebatang kara. Ayahanda terlalu sibuk mengurus tahta."
"Aku turut prihatin, Rey. Maaf ya, sempat menuduhmu menjadikanku pelarian," aku Joy sambil memandang kedua mata sipit Rey yang berubah sedih. "Aku tahu kau putra mahkota, di bahumu tersandang tugas masa depan yang begitu berat. Kau bisa bertahan sampai kini, sudah sangat hebat."
"Aku melarikan diri, itu bukan bertahan. Dan aku tak mau pulang."
(ikuti kelanjutannya hanya di Noveltoon)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H