Hanya sebuah ruangan putih kosong, dimana sebuah proyektor merefleksikan padang penuh bunga lavender liar ungu di dindingnya, dilengkapi dengan langit biru cerah. Sangat mirip dengan yang sungguhan, apalagi di atas lantai telah digelar tikar, keranjang piknik berisi makanan dan minuman, dan dekorasi seakan-akan mereka hendak piknik di alam terbuka nan maha luas. Apalagi telah disemprotkan pengharum ruangan beraroma bunga ungu itu, jadi suasana semakin hidup.
"Indah sekali!" Joy tak dapat menahan haru.
"Ini lokasi kesukaanku. Bila aku sedang gundah gulana, di Evertonia, aku sering pergi ke padang lavender liar ini."
Rey mengajak Joy duduk dan berpiknik di padang lavender virtual mereka. Sambil minum jus jeruk dan makan roti lapis, keduanya bercerita tentang segala yang terlintas di hati.
"Ayahku tak pernah bicara soal ibuku. Kau beruntung dulu punya papa dan masih punya mama." Rey akhirnya bicara soal orangtuanya. "Sampai sekarang aku tak pernah tahu ibundaku masih hidup atau sudah tiada. Aku sebatang kara. Ayahanda terlalu sibuk mengurus tahta."
"Aku turut prihatin, Rey. Maaf ya, sempat menuduhmu menjadikanku pelarian," aku Joy sambil memandang kedua mata sipit Rey yang berubah sedih. "Aku tahu kau putra mahkota, di bahumu tersandang tugas masa depan yang begitu berat. Kau bisa bertahan sampai kini, sudah sangat hebat."
"Aku melarikan diri, itu bukan bertahan. Dan aku tak mau pulang."
(ikuti kelanjutannya hanya di Noveltoon)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H