Deg. "Ada apa, Rey?" Jengah Joy, antara gembira bercampur malu. Kelihatannya bukan ciuman biasa. Bibirnya lembut, tapi agak maksa. "Aww. Bukan ga boleh, tapi.." Joy mendorong dada Rey sedikit menjauh.
"Sshh.." telunjuk Rey menutup bibir Joy.
"Uhh, itu.. kau tunggu di sini, ada 'mereka' ehh, ya teman lamaku." Bisik Rey sambil menggenggam kedua tangan Joy. "Jangan kemana-mana, hati-hati. Bisa?" Ujarnya lembut memastikan.
Rey berpaling. Mata sipitnya tajam mengawasi lorong mal yang kebetulan sunyi. Lalu dilepaskannya tangan Joy dan berjalan ke arah tertentu yang tak seberapa jauh.
Dimana dua pria, berpakaian kasual seperti pengunjung pada umumnya, sepertinya telah mengenal Rey. "Kita berjumpa lagi." Sapa salah satunya.
Joy menguping curiga, nada bicaranya tak ramah, berkesan sinis. Ini bukan teman biasa. Mereka ada hubungan apa?
"Akhirnya kalian menemukanku." Ujar Rey sedikit keras. "Menjauhlah dari kehidupanku! Aku tak butuh kalian."
"Kami bukannya melindungimu, Yang Mulia. Kami memperingatkanmu. Tanpa perlu kekerasan tentunya, kami harapkan Anda segera kembali ke Evertonia." Ucap pria  lainnya dengan nada tak bercanda.
"Bagaimana bila aku menolak?"
"Anda harus siap dengan segala konsekuensinya. Kami tak bertanggung jawab atas apa yang terjadi setelah peringatan terakhir ini. Kembalilah, Pangeran. Rakyat Evertonia membutuhkanmu."
"Dan gadis jelata Evernesia itu, jangan Anda mendekatinya. Ayahanda Anda akan murka." Ucap rekannya dengan nada tegas.