Malam itu, dua hati bertemu dan berpadu.
Sang pemuda 'baby face' Rey dari Evertonia dan si gadis tomboy Joy dari Evernesia.
Dua titik pasir kecil di pantai kehidupan maha luas yang sepertinya mustahil bertemu, dipisahkan aneka bebatuan, kerikil dan serpihan ganggang. Tapi atas kehendak Tuhan, bila ombak datang bergulung-gulung, kedua titik itu terhempas bersama-sama,
Sang pangeran berjiwa pemberontak (yang identitasnya tersembunyi rapi hingga kini) dan gadis jelata sederhana, nan tak pernah menyangka akan berjumpa di satu lubang terkecil, di batu karang pantai yang sama bernama Evernesia.
Beruntungnya Rey, Joy sangat berbeda dengan siapapun yang ia pernah kenal, dan temui dalam kehidupan ningratnya dan juga kehidupan kampusnya. Penerimaan gadis itu, yang begitu tulus dan murni, serta chemistry yang terjalin begitu saja saat bersama-sama, begitu mengejutkannya. Belum pernah dialaminya seorang wanita tiba-tiba mengecup pipinya, walau banyak gadis SMU Kerajaan Evertonia dulu menyatakan suka padanya. Lingkaran lengan Joy, kecil kurus namun erat hangat, tanpa malu memeluk pinggang rampingnya di atas motor, belum lagi dadanya yang berisi menyandar erat di punggung jaketnya. Ah, pemuda mana yang tak jadi bergairah luar dalam. Sulit, memang. Terus terang, ia tambah tergoda. Tapi bukan itu yang jadi tujuan utama Rey. Masih belum sejauh itu! Biarkanlah semua mengalir saja.
Joy merasakan hal yang sama. Gemas, geregetan, tentunya bukan yang berarti marah ya. Ia cuma kesal, 'kok ada sih, cowok semanis itu tapi tetap cowok!' Ia kadang merasa, dirinya yang tomboy kalah feminin, walau tentu saja Rey tetap maskulin meski bukan pria bertubuh besar. Sungguh gembira, Rey menjelma nyata dan benar-benar menyukainya. Mantan pacar Joy yang dulu, yang ia jalani tanpa ada perasaan apa-apa, tak pernah bilang cinta. Namun Rey, dengan jujur tanpa ragu, 'menembaknya' di dalam ruang bioskop.
Hanya saja, satu ganjalan terbesar masih ada di benak Joy. Rey jujur tentang segala-galanya. Kecuali tentang keluarga di Evertonia. Siapa nama ayah ibunya, dimana rumah masa kecilnya. Bila Joy bertanya, kekasihnya selalu mengalihkan bahan obrolan. Sepertinya Rey belum siap menceritakan semua itu.
Minggu depannya, Rey menepati janji. Ia datang lagi ke kampus Joy, menjemputnya saat si gadis masih membereskan administrasi kelulusannya. Mereka pergi makan eskrim dan jalan-jalan di mal dekat kampus seperti biasa ia lakukan.
Hingga...
Saat Joy masih berceloteh asyik sambil menjilat eskrimnya, tiba-tiba langkah Rey terhenti. Ditariknya lengan Joy ke samping, sedikit agak keras dan mengagetkan. Digiringnya gadis itu ke pojokan "Joy, tunggu, maaf." Lalu diciumnya wajah Joy sedikit lama.
Deg. "Ada apa, Rey?" Jengah Joy, antara gembira bercampur malu. Kelihatannya bukan ciuman biasa. Bibirnya lembut, tapi agak maksa. "Aww. Bukan ga boleh, tapi.." Joy mendorong dada Rey sedikit menjauh.
"Sshh.." telunjuk Rey menutup bibir Joy.
"Uhh, itu.. kau tunggu di sini, ada 'mereka' ehh, ya teman lamaku." Bisik Rey sambil menggenggam kedua tangan Joy. "Jangan kemana-mana, hati-hati. Bisa?" Ujarnya lembut memastikan.
Rey berpaling. Mata sipitnya tajam mengawasi lorong mal yang kebetulan sunyi. Lalu dilepaskannya tangan Joy dan berjalan ke arah tertentu yang tak seberapa jauh.
Dimana dua pria, berpakaian kasual seperti pengunjung pada umumnya, sepertinya telah mengenal Rey. "Kita berjumpa lagi." Sapa salah satunya.
Joy menguping curiga, nada bicaranya tak ramah, berkesan sinis. Ini bukan teman biasa. Mereka ada hubungan apa?
"Akhirnya kalian menemukanku." Ujar Rey sedikit keras. "Menjauhlah dari kehidupanku! Aku tak butuh kalian."
"Kami bukannya melindungimu, Yang Mulia. Kami memperingatkanmu. Tanpa perlu kekerasan tentunya, kami harapkan Anda segera kembali ke Evertonia." Ucap pria  lainnya dengan nada tak bercanda.
"Bagaimana bila aku menolak?"
"Anda harus siap dengan segala konsekuensinya. Kami tak bertanggung jawab atas apa yang terjadi setelah peringatan terakhir ini. Kembalilah, Pangeran. Rakyat Evertonia membutuhkanmu."
"Dan gadis jelata Evernesia itu, jangan Anda mendekatinya. Ayahanda Anda akan murka." Ucap rekannya dengan nada tegas.
Rey tersenyum dingin. "Bisa saja kalian aku tundukkan saat ini juga." Rey diam-diam menguasai bela diri. Ia pasang kuda-kuda, siap memberi pelajaran kepada dua orang tak dikenal Joy itu. Bila perlu, di sini, kubungkam mereka, sebelum Joy tahu segalanya tentangku dari dua makhluk ini.
Tapi, ah. Tidak, aku tak bisa.
Rey mengembuskan napas, kesal saat sadar akan sesuatu. "Ini negara lain. Di sini hukum Evernesia yang berlaku." Diurungkannya niatnya. "Pergilah kalian! Aku takkan kembali. Tinggalkan aku, lupakan aku. Sampaikan kepada Ayahanda."
Kedua pria yang tak terlihat ramah itu tampak semakin marah, namun tak dapat berbuat apa-apa. Jari mereka terkepal. Mereka tahu walau Rey seorang diri, ia cukup kuat.
Joy terdiam mencoba menyerap semua yang dijadikan bahan pembicaraan ketiga pria itu.Â
Evertonia?
Yang Mulia?
Pangeran?
(ikuti kisah lengkapnya hanya di Noveltoon)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H