Tanggal dua delapan Juli lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istri keduanya,Evi Susanty sebagai tersangka penyuap hakim PTUN Medan dan anggota DPRD Sumatera Utara. (MajalahTempo,4/10/2015). Kemudian lima belas Oktober, giliran Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella juga ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus tersebut. Terhembus kabar, bahwa adanya dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Nasdem ,Surya Paloh dalam hal ini. Tampaknya, ada praktek perdagangan pengaruh (Trading In Influence) oleh Surya Paloh dalam perkara ini.
Dampak Korupsi
Prihatin atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat, yang melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengancam pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum.(pembukaanUNCAC:2003). Demikianlah latarbelakang keresahan yang ditimbulkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Hal demikian bukan menjadi fatamorgana (pemandangan semu belaka). Tapi benar-benar terasa nyata, bukan hanya goresan tinta pada secarik kertas yang di gembor-gemorkan bahaya korupsi. Tapi langsung menyerang pada sendi kehidupan Negara seperti "efek domino" yang berantai. Bahkan secara instan maupun bertahap akan memperburuk kondisi perekonomian dan pelayanan masyarakat. Menimbulkan kelemahan dalam pembangunan negara untuk maju. Begitu sangat diabolik (kejam) korupsi.
Berdasarkan Corruption Perception Index, tahun 2014 Indonesia berada pada di peringkat 107 dengan indeks 34. Pada tahun 2013 posisi indonesia ada pada peringkat 114 dengan indeks 32. Rata-rata indeks persepsi korupsi dunia yang terdiri dari 175 negara tercatat 43. Meskipun demikian, bagi rakyat bukan persepsi angka yang dirasakan, yang terasa adalah timbul tindakan pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust).
Atas keprihatinan itu, demi kepentingan bersama, dunia internasional sepakat membentuk komitmen internasional untuk memberantas korupsi. Salah satunya disahkannya United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) dalam konferensi Tingkat tinggi tanggal 9-11 desember 2003, di Merida, Mexico. Yakni perwujudan komitmen yang telah disepakati untuk memberantas korupsi yang telah overdosis.
2
Perbuatan "Trading In Influence"
Fenomena korupsi yang terjadi akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang kompleks, baik dari segi modus dan aktor, sehingga sulit dibantahkan aparatus penegak hukum semakin kesulitan dalam memproses beberapa perbuatan untuk dapat dikategorikan sebagai sebuah tindak pidana korupsi. Salah satu contohnya adalah perdagangan pengaruh atau trading in influence (ICW,2014:27).
Trading in influence bisa dikatakan memperdagangkan pengaruh, juga bentuk penyuapan. Namun kalau penyuapan biasa dilakukan langsung kepada pejabat bersangkutan sedangkan trade in influence dilakukan kepada orang yang berpengaruh dan punya hubungan dekat dengan pejabat yang bersangkutan seperti istri, anak, kerabat, atau rekan kerja. Seperti dugaan keterlibatan Surya Paloh dalam Kasus Gatot Pujo Nugroho saat ini.
Merujuk pada Konvensi PBB Melawan Korupsi yang disahkan di Merida, Mexico, tahun 2003 (UNCAC), aturan trading in influence (perdagangan pengaruh) terdapat pada Pasal 18a dan pasal 18b. Mendefinisikan, pertama sebagai Active trading in influence yang berarti memberikan tawaran untuk memperdagangkan pada pasal 18a dan kedua sebagai pasive trading in influence yang berarti menerima tawaran memperdagangkan pengaruh pada pasal 18b.
Indonesia telah meratifikasi konvensi ini melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 pada 19 September 2006. Secara keseluruhan, per Desember 2012, tercatat 165 negara tercantum sebagai negara pihak dalam konvensi PBB melawan korupsi. (kompas, 13/2/13). Itu merupakan komitmen keseriusan bangsa indonesia untuk memerangi, melawan dan mencegah korupsi.
Meskipun demikian, dalam undang-undang tindak pidana Korupsi indonesia (UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001) belum ada pasal-pasal yang mengatur sebuah tindak pidana korupsi tentang perdagangan pengaruh atau trading in influence. Bagaimana akan memeranginya dan menjerat trading in influence? Tumpuan hukum saja tidak ada.
Disini terdapat dilema yang mengatakan bahwa trading in influence mirip dengan suap atau gratifikasi. Sebenarnya tidak. Berdasarkan kajian implementasi aturan trading in influence dalam hukum nasional ICW tahun 2014 memiliki perbedaan. Pertama pihak yang terlibat berbeda. Trading in influence dua pelaku dari sisi kebijakan termasuk orang yang menjual pengaruhnya dan pemberi yang menginginkan keuntungan. Kalau suap, penerima suap harus pejabat publik dan pemberi berasal dari penyelenggara negara atau pihak swasta.
Kedua dari subjek hukum. Trading in influence, pelakunya dapat berasal dari bukan penyelenggara negara, namun memiliki akses atau kekuasaan kepada otoritas publik. Sedangkan suap, penerima janji atau penerima hadiah mutlak berasal dari pegawai negeri atau penyelenggara negara.
3
Selanjutnya Ketiga dari bentuk perbuatan. Trading in influence, tindakan pelaku tidak memiliki pertentangan secara langsung dengan kewajiban atau kewenangannya, sedangkan suap bertentangan dengan kewajiban atau pemberi tindakannya ada hubungan dengan jabatan si penerima.
Terakhir keempat pada sisi penerimaan. Trading in influence, pelaku perdagangan pengaruh menerima keuntungan yang tidak semestinya (undue advantage). Berbeda dengan suap, penerima adalah yang menerima sesuatu hadiah atau janji.
Telah jelas tampak perbedaan antara trading in influence (perdagangan pengaruh) dengan suap atau gratifikasi. Jadi UU Tindak Pidana Korupsi saat ini akan dihadapkan dengan pihak yang telibat yang bukan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Bisakah praktik suap oleh swasta (bukan penyelenggara negara) dijerat dengan UU Pemberantasan Korupsi yang ada saat ini?. Inilah yang menyulitkan KPK dalam menanganinya.
Sudah saatnya indonesia mengakomodir semua norma dari UNCAC, termasuk aturan terhadap perdagangan pengaruh (trading in influence). Oleh karena itu, delik ini sudah sepatutnya diatur dalam hukum positif Indonesia . Capainya adalah mendapatkan cara yang terbaik untuk menumpas akar korupsi termasuk pada praktek trading in Influence. Sehingga tak ada lagi cara untuk melakukan korupsi di negeri ini. Indonesia bersih, transparan tanpa korupsi,kolusi dan korupsi (KKN) itulah yang selama ini dibutuhkan. Ketertiban, keamanan, kesejahteraan serta keadilan bersama.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H