Mohon tunggu...
Rana Subagya
Rana Subagya Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

Apapun yang saya mulai, harus saya selesaikan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

The Concept of Law

28 Oktober 2024   23:57 Diperbarui: 29 Oktober 2024   00:19 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Mengacu pada The Concept of Law oleh H.L.A. Hart, ada beberapa pokok pemikiran yang relevan untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia saat ini. Berikut penjelasan yang lebih rinci.

Pokok Pemikiran

Hart memulai dengan konsep bahwa hukum bukan sekadar perintah atau ancaman dari otoritas, tetapi sebuah sistem aturan sosial yang diakui. Pemikiran Hart didasarkan pada tiga tema utama:

1. Distingsi antara perintah dan hukum -- Ia menolak konsep imperative theory Austin yang memandang hukum hanya sebagai perintah yang didukung oleh ancaman sanksi.

2. Hubungan antara hukum dan moralitas -- Hart menjelaskan bahwa meskipun hukum sering memiliki tumpang tindih dengan norma moral, hukum memiliki sistem pengaturan formal yang membedakannya dari aturan moral.

3. Konsep aturan utama dan sekunder -- Ia mengusulkan adanya aturan utama (primary rules) yang mengatur perilaku serta aturan sekunder (secondary rules) yang mendukung penegakan, perubahan, dan identifikasi aturan utama.

Dalam pandangan Hart, hukum adalah sistem sosial yang diakui bukan karena ancaman sanksi, tetapi karena memiliki elemen keabsahan yang diperoleh dari pengakuan masyarakat itu sendiri.

Pendapat Pribadi dengan Kondisi Masa Kini

Dalam konteks saat ini, pemikiran Hart sangat relevan untuk menganalisis situasi di Indonesia. Saya melihat bahwa hukum di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengintegrasikan aturan formal dengan norma-norma sosial dan moral masyarakat yang beragam. Beberapa hal yang dapat dicermati, antara lain:

1. Hukum sebagai Sistem yang Berlapis: Pendekatan hukum di Indonesia sering kali mencerminkan adanya tumpang tindih antara hukum positif dan hukum adat. Di berbagai daerah, hukum adat masih menjadi pedoman utama masyarakat, terutama di wilayah yang jauh dari pusat kota. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia, seperti dalam pemikiran Hart, perlu dilihat sebagai sistem berlapis yang melibatkan aturan utama (hukum negara) dan aturan sekunder (seperti adat dan kebiasaan).

2. Tantangan dalam Penerapan Hukum: Dalam praktiknya, hukum di Indonesia kerap kali dihadapkan pada masalah penerapan yang konsisten. Hukum seringkali tidak sepenuhnya diterapkan secara merata. Dalam kondisi saat ini, ancaman sanksi tidak selalu efektif dalam menciptakan kepatuhan hukum. Hal ini relevan dengan pemikiran Hart bahwa legitimasi hukum di mata masyarakat lebih penting daripada sekadar ancaman sanksi. Hukum yang efektif adalah hukum yang diakui dan dipatuhi, bukan hanya karena takut hukuman, tetapi karena diakui memiliki keabsahan moral dan sosial.

3. Peran Moralitas dalam Hukum: Moralitas dalam hukum Indonesia tampak pada beberapa undang-undang yang melibatkan norma agama dan adat, seperti UU tentang pernikahan atau larangan aktivitas tertentu yang dianggap bertentangan dengan norma-norma budaya setempat. Hart menyebutkan bahwa meskipun hukum memiliki kaitan dengan moralitas, penting untuk memastikan bahwa hukum tetap memiliki batasan yang jelas agar tidak kehilangan sifat formalnya sebagai aturan yang berlaku secara umum.

4. Pentingnya Aturan Sekunder: Pemikiran Hart tentang aturan sekunder relevan dalam konteks hukum modern di Indonesia, terutama terkait regulasi digital, perlindungan data, dan transaksi elektronik yang membutuhkan aturan turunan atau aturan teknis untuk mendukung penerapannya. Aturan sekunder menjadi krusial karena perkembangan hukum yang terjadi saat ini melibatkan teknologi dan kompleksitas baru yang tidak bisa diatur dengan hukum utama saja.

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia

1. Pergeseran dari Pemikiran Positivis ke Hukum yang Berbasis Pengakuan Sosial: Berdasarkan pandangan Hart, Indonesia membutuhkan sistem hukum yang lebih adaptif dengan pengakuan sosial. Dalam konteks Indonesia yang pluralistik, hukum sering kali dianggap sebagai alat kekuasaan, terutama hukum yang dianggap kurang mencerminkan nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, hukum di Indonesia cenderung lebih efektif jika pengembangan hukum memperhatikan pengakuan sosial.

2. Dualisme Hukum Positif dan Hukum Adat: Indonesia memiliki sejarah panjang terkait dualisme hukum positif (hukum negara) dan hukum adat. Seperti yang disampaikan oleh Hart, hukum yang diterima adalah hukum yang dihormati oleh masyarakat. Hukum adat di Indonesia bertahan bukan karena sanksi yang mengancam, melainkan karena diterima sebagai bagian dari identitas masyarakat. Ini mencerminkan bahwa meskipun hukum negara berperan besar, hukum adat tetap memiliki posisi penting dalam perkembangan hukum di Indonesia.

3. Kebutuhan Reformasi Hukum yang Berbasis Keadilan: Seiring dengan meningkatnya kesadaran publik, masyarakat Indonesia semakin menuntut adanya keadilan substantif dalam sistem hukum. Hart mengkritik pandangan positivis yang terlalu mengedepankan aspek formal hukum, dan justru mengusulkan pentingnya keabsahan hukum berdasarkan penerimaan masyarakat. Ini berarti bahwa reformasi hukum di Indonesia perlu mempertimbangkan aspirasi publik untuk menciptakan hukum yang tidak hanya sah secara formal tetapi juga dianggap adil.

4. Pengaruh Globalisasi dan Kompleksitas Baru dalam Hukum: Dengan adanya perkembangan teknologi dan interaksi global yang semakin intens, hukum di Indonesia kini dihadapkan pada tantangan globalisasi, terutama dalam aspek ekonomi dan digital. Hart mengusulkan pentingnya aturan sekunder untuk mengelola hukum dalam kondisi yang kompleks. Di Indonesia, peraturan tentang ekonomi digital, perlindungan data, dan transaksi lintas negara perlu dilengkapi dengan aturan sekunder agar dapat diterapkan secara efektif dalam menghadapi tantangan baru ini.

Kesimpulan

Pemikiran H.L.A. Hart memberikan fondasi untuk memahami bahwa hukum yang ideal bukanlah hukum yang hanya mengandalkan ancaman sanksi, tetapi hukum yang diterima dan dihormati oleh masyarakat. Dalam konteks Indonesia, penerapan pemikiran ini penting, terutama dalam pengembangan hukum yang menghormati nilai-nilai lokal, penguatan hukum adat, dan reformasi hukum yang berbasis keadilan. Di tengah kompleksitas hukum yang terus berkembang, hukum di Indonesia harus memperkuat aturan sekunder sebagai pelengkap aturan utama, memastikan keadilan substantif, dan menciptakan hukum yang bukan hanya mengikat secara legal, tetapi juga diakui dan dihormati secara sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun