3. Peran Moralitas dalam Hukum: Moralitas dalam hukum Indonesia tampak pada beberapa undang-undang yang melibatkan norma agama dan adat, seperti UU tentang pernikahan atau larangan aktivitas tertentu yang dianggap bertentangan dengan norma-norma budaya setempat. Hart menyebutkan bahwa meskipun hukum memiliki kaitan dengan moralitas, penting untuk memastikan bahwa hukum tetap memiliki batasan yang jelas agar tidak kehilangan sifat formalnya sebagai aturan yang berlaku secara umum.
4. Pentingnya Aturan Sekunder: Pemikiran Hart tentang aturan sekunder relevan dalam konteks hukum modern di Indonesia, terutama terkait regulasi digital, perlindungan data, dan transaksi elektronik yang membutuhkan aturan turunan atau aturan teknis untuk mendukung penerapannya. Aturan sekunder menjadi krusial karena perkembangan hukum yang terjadi saat ini melibatkan teknologi dan kompleksitas baru yang tidak bisa diatur dengan hukum utama saja.
Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia
1. Pergeseran dari Pemikiran Positivis ke Hukum yang Berbasis Pengakuan Sosial: Berdasarkan pandangan Hart, Indonesia membutuhkan sistem hukum yang lebih adaptif dengan pengakuan sosial. Dalam konteks Indonesia yang pluralistik, hukum sering kali dianggap sebagai alat kekuasaan, terutama hukum yang dianggap kurang mencerminkan nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, hukum di Indonesia cenderung lebih efektif jika pengembangan hukum memperhatikan pengakuan sosial.
2. Dualisme Hukum Positif dan Hukum Adat: Indonesia memiliki sejarah panjang terkait dualisme hukum positif (hukum negara) dan hukum adat. Seperti yang disampaikan oleh Hart, hukum yang diterima adalah hukum yang dihormati oleh masyarakat. Hukum adat di Indonesia bertahan bukan karena sanksi yang mengancam, melainkan karena diterima sebagai bagian dari identitas masyarakat. Ini mencerminkan bahwa meskipun hukum negara berperan besar, hukum adat tetap memiliki posisi penting dalam perkembangan hukum di Indonesia.
3. Kebutuhan Reformasi Hukum yang Berbasis Keadilan: Seiring dengan meningkatnya kesadaran publik, masyarakat Indonesia semakin menuntut adanya keadilan substantif dalam sistem hukum. Hart mengkritik pandangan positivis yang terlalu mengedepankan aspek formal hukum, dan justru mengusulkan pentingnya keabsahan hukum berdasarkan penerimaan masyarakat. Ini berarti bahwa reformasi hukum di Indonesia perlu mempertimbangkan aspirasi publik untuk menciptakan hukum yang tidak hanya sah secara formal tetapi juga dianggap adil.
4. Pengaruh Globalisasi dan Kompleksitas Baru dalam Hukum: Dengan adanya perkembangan teknologi dan interaksi global yang semakin intens, hukum di Indonesia kini dihadapkan pada tantangan globalisasi, terutama dalam aspek ekonomi dan digital. Hart mengusulkan pentingnya aturan sekunder untuk mengelola hukum dalam kondisi yang kompleks. Di Indonesia, peraturan tentang ekonomi digital, perlindungan data, dan transaksi lintas negara perlu dilengkapi dengan aturan sekunder agar dapat diterapkan secara efektif dalam menghadapi tantangan baru ini.
Kesimpulan
Pemikiran H.L.A. Hart memberikan fondasi untuk memahami bahwa hukum yang ideal bukanlah hukum yang hanya mengandalkan ancaman sanksi, tetapi hukum yang diterima dan dihormati oleh masyarakat. Dalam konteks Indonesia, penerapan pemikiran ini penting, terutama dalam pengembangan hukum yang menghormati nilai-nilai lokal, penguatan hukum adat, dan reformasi hukum yang berbasis keadilan. Di tengah kompleksitas hukum yang terus berkembang, hukum di Indonesia harus memperkuat aturan sekunder sebagai pelengkap aturan utama, memastikan keadilan substantif, dan menciptakan hukum yang bukan hanya mengikat secara legal, tetapi juga diakui dan dihormati secara sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H