Mohon tunggu...
Rana Setiana
Rana Setiana Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Ngobrol diskusi santai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gelap

3 November 2024   09:29 Diperbarui: 4 November 2024   12:57 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu juga orang di jalan ke dua. Seorang pria tua yang mendorong becak. Itulah ayahku. Kuingat dia memaki dan mengusirku dari rumah. Tapi biarlah. Ayah tetap ayah. Apalagi dengan cucuran keringatnya aku besar dan dibesarkan. Tapi apa yang mereka lakukan di sini.

Setelah aku perhatkan, ternyata dua jalan ini saja. Jalan yang dapat dilalui, walau tidak tahu. Kemana jalan ini menuju. Yang jelas aku harus memilih segera, jalan mana yang aku ambil. Jalan ke satu atau jalan ke dua. Mengejar wanita yang kucinta, atau berjalan bersama dan membantu ayah. Supaya kami bias mengarungi dunia yang aneh ini.

Biarlah aku ambil jalan ke dua. Aku langkahkan kakiku. Kucoba berlari. Mendaki menuju ayah. Lari dan terus berlari. Kutambah kecepatan supaya lebih cepat terkejar. Tapi tunggu! mana ayah?? Dia hilang. Kucoba berteriak memanggilnya.”Pak, bapak” tapi teriakan ku sia-sia, percuma. Lenyap begitu saja bersama dirinya.

Tunggu-tunggu!!! apalagi ini!? ada yang aneh dengan jalannya! jalan yang aku daki menjadi rata. Ternyata ketika aku terus berlari dan mendaki menuju ayah. Tanpa terasa tinggi kemiringan jalan menjadi datar nol derajat.

Apa maksud semua ini?! Ah entahlah. Yang penting aku harus keluar dari alam ini. Kulihat sekitar. Tidak ada jalan lain. Hanya jalan yang pertama yang tetap ada dan menjulang. Akan kucoba jalan pertama. Aku berlari kencang mendekati anak tangga. Kulangkahkan kakiku menapaki deretan anak tangga. Kudaki dan aku telusuri tangga demi anak tangga kudaki. Aku tambah kecepatan hingga kuberlari mendaki tinggi. Gadis itu dari bawah aku lilhat. Dia tapaki kakinya terus dan pasti. Gerakan yang anggun dan indah ia telusuri. Sungguh luar biasa betapa cantiknya dia. Tubuh yang tinggi semampai, rambut hitam legam merumbai, bergerak kanan kiri. Itulah Risma. Dari dulu dia tidak berubah cerdas dan menarik.

Aku daki dan terus kudaki. Kutancap kecepatan mengejar Risma. Jalan yang aku daki, semakin tinggi sulit. Selain licin juga semakin jauh aku berlari. Risma pun semakin menjauh dan akhirnya hilang. Tinggi kemiringan terus naik bertambah. Semakin terus kudaki kemiringan terus tiada henti-hentinya bertambah. Aku tak pedulikan semua itu. Yang penting kudaki dan terus kudaki. Ketika tinggi kemiringan mencapai derajat sembilan puluh, Kakiku terpeleset dan AAAAA …AAAA tolong AAAAaku terjatuh.

AAAAA… Serentak tiba-tiba aku terbanygun dari tidur. Hah, hah, hah… nafasku terengah-engah. Jantung berdebar kencang. Sekujur tubuh basah oleh keringat. Tanganku mencengkeram erat seprai tempat tidur. Mataku melotot seakan mau keluar dari kelopak. Ternyata mimpi. Ya Allah, dimana aku?

Aku melihat jarum infuse menusuk tangan. Aku tengok kiri kanan yang serba putih dan bersih. Dimana aku? Inikan Rumahsakit! Memang kenapa aku? Tak lama aku bertanya-tanya ada apa yang terjadi? Tiba-tiba aku kudengar disamping kananku terdengar suara memanggil. “Jak, Rojak!” serentak aku palingkan wajahku dan ku lihat. Tapi, aku tidak melihat siapa-siapa. Kuhela nafas untuk menenangkan fikiranku, sambil memalinghkan wajh ke arah semula. Namun, apa yang terjadi semua yag serba putih, menjadi gelap memekat. Agh … mulai lagi. Tidak-tidak, tidak, TIDAAA …K.

Rana Setiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun