Ila Al-Qur’an Al-Karim
XV
Sa’id Hawwa
Al-Asas fi Al-Tafsir
*Terdapat di halaman 29
Munasabah memang sudah terjadi sejak zaman dahulu, kajian mendalam berkenaan dengan munasabah Al-Qur’an telah sering dilakukan oleh beberapa kalangan ulama ‘ulum Al-Qur’an dari klasik sampai pramodern. Adapun yang paling focus mengupas tuntas, diantaranya Abu Bakar Al-Naisburi (w.324 H), Imam Al-Zarkasyi (745-794 H), Ibnu Ahmad bin Ibrahim Al-Andalusi (w.807 H), Al- Suyuthi (849-911 H/1455-1505 M), Burhanuddin Al-Biqa’i (w.885 H/1480 M), dan Al-Zarqani (w.1367 H).
Dalam buku ini di halaman 46, penulis menyatakan “Pada dasarnya perdebatan munasabah berkaitan dengan tartib al-suwar dan tartib al-ayat. Al-Suyuthi dalam Al-Itqan memberikan informasi bahwa ada tiga sumber kronologis pewahyuan surah, yaitu Ibnu Abbas, manuskrip karya Umar bin Muhammad bin Abdil Kafil, serta Ikrimah dan Husain bin Abi Al-Hasan. Sumber yang berasal dari Ibnu Abbas dan Umar ternyata berbeda dengan mushaf yang ada sekarang. Dua sumber itu hanya menyebutkan 113 Surah (minus surah Al-Fatihah) yang terbagi menjadi dua periode, yaitu Mekkah (Makkiyah) sebanyak 85 surah dan Madinah (Madaniyah) sebanyak 28 surah. Sementara itu, sumber dari Ikrimah sedikit tampil beda dengan 111 surah, 82 surah diantaranya termasuk ke dalam kategori Makkiyah dan 29 surah lainnya termasuk ke dalam kategori Madaniyah.” Tokoh yang bisa dibilang pencetus pertama kajian munasabah adalah Al-Naisaburi (w.324 H). Namum Muhammad Husain Al-Dzahabi memaparkan bahwa karya ini sayangnya sudah tidak ditemukan lagi. Selanjutnya, paling tidak ada dua ulama klasik yang dijadikan acuan dalam pemikiran munasabah, yaitu Al-Zarkasyi dan Al-Biqa’i.
“Ilmu munasabah pada umumnya adalah kajian tentang hubungan logis antara sejumlah susunan ayat atau ide sehingga diperoleh keterkaitan satu ayat atau kandungannya dengan ayat atau kandungan sebelum dan sesudahnya.” – Al-Biqa’I (809-885 H/ 1406-1480 M).