Mohon tunggu...
Ramy D Humam
Ramy D Humam Mohon Tunggu... -

Arsitek yang kebanyakan nonton TV Series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bola Salju Api dan Rocky Gerung Effect

11 Oktober 2018   23:33 Diperbarui: 11 Oktober 2018   23:41 2245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironisnya, menggunakan gaya bicara yang seperti itu juga malah dianggap perlu oleh kubu petahana. Mungkin melihat pembuat retorika ulung ada di kubu oposisi, kubu petahana merasa perlu mengimbanginya, hence gaya bicara Budiman di ILC semalam. Padahal gaya bicara seperti itu tidak selalu cocok dan sesuai untuk semua kondisi perdebatan.

Rocky Gerung mungkin bisa menggunakan retorika dan metafora serta bersembunyi di balik ambiguitas karena retorika dan metafora memberi ruang yang luas untuk interpretasi, dan interpretasi adalah celah dalam hukum. Hey, bahkan dia bisa melenggak-lenggok melewati Pasal Penodaan Agama di atas nama interpretasi setelah mengatakan "kitab suci adalah fiksi". Jadi gaya bicara seperti itu bukan hanya disukai Rocky Gerung, tapi dibutuhkan Rocky Gerung agar bisa tetap "nakal" tanpa terjerat kasus hukum.

Namun untuk komunikasi kampanye seperti Budiman dan Dahnil yang butuh dipahami dan ditangkap oleh masyarkaat seluas-luasnya dari latar belakang apapun, gaya bicara yang lugas, jelas, dan tidak bertele-tele adalah yang utama.

Karena orang yang pintar bukanlah yang terlihat pintar ketika pandai bermain retorika dengan diksi tingkat tinggi, tapi yang mampu berpikir dengan lurus dan menyampaikan isi pikirannya dengan sejelas-jelasnya dan sesederhana mungkin sehingga bisa dipahami oleh anak kecil sekalipun.

Menyeret Prabowo

Berbagai teori konspirasi akan kasus ini menyeruak, baik di kubu Jokowi maupun Prabowo. Dari kubu Jokowi, tidak sedikit orang yang percaya bahwa hoaks Ratna Sarumpaet adalah sebuah grand design yang gagal dieksekusi dan akhirnya Ratna ditumbalkan dan semua orang yang terlibat balik kanan, cuci tangan, cuci kaki, lalu bobo ciang. Ada teori yang mengungkapkan bahwa operasi ini sudah terencana dimulai dari rencana Ratna yang akan menghadiri konferensi Women Playwrights di Chile.

Dilihat dari pemilihan tanggal untuk operasi dan tanggal disebarnya foto, Fadli Zon dkk sengaja menyebarkan isu dua hari sebelum keberangkatan Ratna agar polisi tidak sempat mengungkap fakta sebenarnya sehingga Ratna bisa pergi ke Chille dan menyuarakan kepada masyarakat internasional bahwa ia mengalami penganiniayaan di dalam negeri. Isu HAM di Indonesia akhirnya pun menjadi sorotan dan memperlemah Jokowi secara signifikan.

Dari kubu Prabowo, tidak sedikit juga yang percaya bahwa Ratna Sarumpaet sengaja ditempatkan di gerbong Prabowo untuk berkhianat dan menurunkan kredibilitas Prabowo. Bahkan banyak juga yang mempertanyakan kecepatan polisi mengungkap kasus hoaks ini. Mereka curiga bahwa memang kasus ini adalah rekayasa yang sudah sengaja disiapkan untuk menggembosi ban nol dua.

Saya sendiri adalah termasuk yang percaya bahwa ini memang hanya kasus konyol seperti yang terlihat. Tidak seperti Budiman, saya percaya bahwa kubu Prabowo murni dikibulin oleh Ratna Sarumpaet dan akhirnya harus menanggung malu dan ramai-ramai meminta maaf. Namun itu saja sudah cukup menurut saya untuk menyeret Prabowo dalam perkara ini, setidaknya untuk diperiksa.

Retorika favorit kubu Prabowo saat ini adalah reaksi mereka murni karena tidak tahan melihat seorang ibu umur 70 tahun dianiaya, masa' sih reaksi kemanusiaan itu adalah sebuah tindak pidana? Sekilas memang masuk akal, namun karena kasus ini adalah hoaks, maka yang harus mereka pertanggungjawabkan sebenarnya bukan reaksi kemanusiaan mereka, karena niat memang tidak bisa dibuktikan, tapi bagaimana judgement mereka dalam mengenali kasus hoaks, serta bagaimana effort mereka dalam memverifikasi terlebih dahulu sebuah kabar berita sebelum menyebarkannya. Fakta bahwa justru bukan Ratna Sarumpaet lah yang membawa kebohongannya ke publik jelas memberatkan mereka di sini.

Sebagian besar terdakwa berita bohong juga saya yakin tidak tahu jika yang mereka sebarkan itu hoaks. Justru karena mereka yakin apa yang mereka sebarkan itu benar, makanya mereka sebarkan.

Niatnya pun tentu baik-baik, untuk mengingatkan, untuk memperingatkan, dan sebagainya. Misalnya penyebar hoaks telur palsu, tentu sebenarnya dia hanya ingin memperingatkan ibu-ibu yang ke pasar agar tidak tertipu, penyebar hoaks gempa, tentu niatnya sebenarnya baik untuk memperingatkan warga agar tidak terkena dampak gempa, dan seterusnya. Namun yang dipertanggungjawabkan bukan niat mereka, tapi judgement mereka saat menerima kabar hoaks tersebut, kenapa kok disebarkan? Kenapa tidak diverifikasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun