Kemilau matahari yang mulai redup mengantarkan Sueb pulang setelah berkeliling kampung berjualan es cendol resep warisan.Terlihap sekali dia menyeka keringat yang menetes di jidatnya yang lebar,ditariknya napas berusaha melepas lelah yang tidak hilang.Lima ratus meter lagi sampai rumah yang sudah lapuk.Rumah itu telah ada ketika Sueb lahir.
Pohon mahoni ditikungan dijadikan sandaran punggungnya,kakinya di tekuk satu untuk menyimoan topi lusuh di lututnya.Senja dengan sedikit rupiah untuk anaknya yang mulai mengerti jajan,untuk istrinya beli beras dan tiga biji ikan asin.
"mang,esnya masih ada?' suara merdu membuyarkan lamunan Sueb.Terlihat wnita cantik beranjak dewasa berseragam biru muda.
"ehmm,,anu,,ada,neng ,,mau beli berapa?" sedikit gugup kaget Sueb menjawab.
"Beli tiga,mang,,dibungkus saja"
Dengan cekatan Sueb membungkus es cendol,lalu menyodorkannya dengan wajah memerah sedikit di palingkan beberapa kali.
"Jadi berapa,mang?"
"ehm,,sepuluh ribu saja,neng"denagn mata berbinar dan mulut bergetar Sueb menjawab.Teringat istri di rumah Sueb mengelus dadnya dan bergunggam dan wajah di tundukan.
"ini mang uangnya"
"ehmm..maksih neng"Sueb tak berani mengangkat kepalanya,topinya di tekan setengah wajah.Lalu duduk termenung sambil melihat wanita tersebut berjalan kebarat menuju rumah bercat merah dekat kantor keluharan.Beberapa kali menarik napas panjang.Pikirannya jauh pergi.
"man,,mang ,,eh sore sore ngelamun"
Sueb menoleh kekiri dimana sura itu berpusat.
"kenapa mang Sueb melamun?"
"ah kamu Dul,,ini tadi ada cewek beli es,,itu pakaiannya udah tipis kurang bahan lagi,,dadnya di biarkan tersenyum ke mamang,Dul"
"wew si mang Sueb,,ingat mang bini di rumah"
"bukan itu,Dul,,mamang gak habis pikir,kenapa cewek sekarang lebih senang memperlihatkan kemolekan tubuhnya,pada gak sayang sama dirinya dengan membiarkan orang lain menonton dengan bebas daerah yang seharusnya jadi istimewa"
"ih,mang,,mereka bilang kalau terbuka itu indah dan seni,membuat mata lawn jenis sepeti mau loncat itu kebanggaan"
"hehe iah meureunnya,,padahal kalau trebungkus lebih mahal harganya ya,Dul?"
"mungkin,mang"
"bukan mungkin tapi pasti,,motor aja yang masih di bungkus plastik mah mahal,dul beda ma motor yang sudah seringkali di pake dan tidak bungkus,,murah banget"
"eh iyah,Dul,,mamang pulang dulu,,"
Sueb berjalan menuju rumahnya dibarengi tatapan Abdul dengan tersenyum,matahari pun terus turun bersembunyi dengan perlahan membuat bayangan Sueb memanjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H