“Iya, Ma. Dia sekarang cantik sekali. Cocok sekali untuk Berry.”
Lulavi menjadi sebal mendengar nama Berry. Namun, ia teringat akan kebaikan Tante Kina dulu. Dulu, Tante Kina sering sekali mengajak Ibu dan Lulavi jalan-jalan. Tante Kina juga sering memuji kelucuan Lulavi kecil. Tante Kina sepertinya ingin sekali punya anak perempuan, namun tidak pernah kesampaian. Oleh sebab itu, ia sangat senang dengan Lulavi dulu. Dan… ups, Lulavi baru ingat kalau Tante Kina dulu sering “meminta” Lulavi untuk Berry.
“Yuk, Lula, kita masuk dan minum.” Lulavi berjalan bersama Tante Kina menuju meja makan yang penuh dengan hidangan ringan. Lulavi memperhatikan ke atas meja makan. Di sana terhidang buah segar yang sudah dikupas dan dipotong-dipotong serta disusun sedemikian rupa hingga membentuk burung merak, lucu sekali. Selain itu, ada banyak cup cake yang disusun hingga membentuk pohon cemara. Terakhir, terdapat beberapa mangkuk berisi minuman dingin warna-warni. Lulavi pun tertarik mengambil minuman yang berwarna hijau. Kebetulan sekali, mangkuk minuman itu baru diisi lagi oleh seorang petugas. Lulavi pun bergegas menuju mangkuk minuman hijau.
“Mau segelas dong, Mas.” Lulavi memperhatikan wajah si petugas itu. Ia pun kaget saat mendapati sosok Yusuf sebagai petugas pengisi minuman.
“Yusuf.” Lulavi memanggil nama Yusuf. Yusuf bergeming.
“Hei, kamu Yusuf, kan? Kamu ngapain di sini?” Yusuf tetap bergeming saat Lulavi kembali membuka suara.
“Ini. Sana kamu pergi kembali ke Tante Kina.” Yusuf memberikan segelas minuman berwarna hijau. Lulavi tak mau mengambilnya.
“Kenapa kamu enggak ambil gelas ini? Katanya kamu mau tadi.” Yusuf akhirnya membuka suara.
“Aku enggak akan akan ambil gelas ini sebelum kamu jawab pertanyaanku.” Lulavi kukuh terhadap pendiriannya.
“Sudah ambil saja. Kalau tidak, aku akan dimarahi Tante Kina.” Suara Yusuf membesar, mengakibatkan Tante Kina datang menghampirinya.
“Ada apa ini Yusuf? Kamu yang sopan dong sama tamu. Dia ini Lulavi. Calon menantu saya. Calon istri kakak sepupu kamu.” Tante Kina memarahi Yusuf.