Bersyukur malam pertama saya di Malaysia sangatlah nyaman. Terlebih, kata teman saya itu, malam tadi udara tidak sedingin biasanya. Katanya, kalau malam di sini udaranya bisa sangat dingin. Tapi semenjak aku datang, kata dia, udara malamnya menjadi tidak begitu dingin, hehe.
Setelah bangun dan melakukan aktivitas pagi pertama di negeri orang, saya dan Andina langsung cuss keluar rumah. Kala itu, saya dan Andina keluar pukul 7 pagi, atau setara dengan pukul 6 di Jakarta.
Seperti biasa, untuk memulai "petualangan" kami, kami menuju stesen Serdang, untuk selanjutnya naik kommuter ke KL Sentral. Hari itu adalah hari kerja, dan selayaknya jam kerja di hari kerja, kommuter pun ramai oleh orang-orang kantoran. Akan tetapi, kommuter tidak sampai penuh sesak seperti KRL Jabodetabek pada pagi atau sore hari kerja.
Sampai KL Sentral, kami melanjutkan naik kommuter yang ke arah Batu Caves. Yup, "petualangan" kami hari ini akan dimulai dari Batu Caves.
Sampai di stesen Batu Caves, deretan tebing-lah yang langsung menawan mata kami. Indah sekali. Bersih terlebih. Ditambah lagi dengan udara sejuk dan segar. Kami sampai berteriak kecil karena kegirangan dengan pemanjaan alam di Batu Caves.
Setelah keluar stesen, pintu masuk Batu Caves dapat langsung kita temui. Oya, tempat wisata ini adalah tempat wisata gratis. Jadi, tidak perlu bayar-bayar.
Masuk ke dalam kawasan Batu Caves, kita langsung disambut oleh patung hanoman besar. Di sepanjang jalan masuknya pun ramai oleh para pedangang suvenir dan makanan khas Thailand. Ya, bisa juga ini tempat kita jadikan wisata Thailand kecil-kecilan, hehe.
Sampai di kawasan utama, yaitu gua di dalam tebing, kita akan disambut oleh rombongan merpati dan patung dewa berwarna emas yang ukurannya sangat tinggi dan besar. Kawasan ini bisa dibilang sangat bersih, kendati segerombolan merpati terbang bebas sekalipun.
Setelah puas berfoto ria bersama keluarga merpati, serta patung dewa yang menjadi ikon Batu Caves, saya dan teman melanjutkan petualangan dengan masuk ke dalam gua-nya. Untuk dapat masuk ke dalam gua, kami terlebih dahulu harus menaiki kurang lebih 200 anak tangga. Tidak lelah-lah ya, hehe.
Di dalam gua, patung-patung dewa Buda-lah yang banyak dijumpai. Mungkin karena tempat wisata ini merupakan tempat wisata khas orang-orang Thailand. Terdapat juga beberapa biksu di salah satu area pembakaran dupa, yang mana area tersebut juga dikunjungi oleh beberapa wisatawan yang hendak berdoa.
Yang paling menarik perhatian saya dan pelancong lain adalah adanya beberapa ekor ayam tanpa kepala yang tengah berdiam diri. Mereka membentuk lingkaran, dan berdiam di diri beberapa spot di gua. Dari beberapa ayam-ayam itu, ada yang memang tidak ada kepalanya, dan ada yang berkepala namun ditundukkan sembari memejamkan mata.
Sebenarnya bukan tidak punya kepala, hanya kepalanya seperti dimasukkan ke dalam leher. Entahlah, mungkin itu ayam persembahan, hihi.
Setelah puas berada di Batu Caves, kami melanjutkan petualangan hari ini ke China Town. Sampai di China Town, hal yang paling pertama kami lakukan adalah menuju restoran India untuk makan pagi—karena sebelum berangkat tadi, kami sengaja hanya makan roti saja untuk bisa makan mi goreng India di sini.
Sampai di restoran India yang biasa kawan saya kunjungi, kami langsung memesan makanan. Seorang pelayan India pun dengan sigap mencatat pesanan kami, yaitu dua mi goreng, satu teh tarik, dan satu lemon.
Setelah pesanan kami jadi, kami langsung melahapnya. Oh ya, perlu saya beri tahu, makanan di Malaysia bertekstur agak berat dan memiliki porsi dua kali lipat dari porsi makan orang Indonesia. Dari awal saya mencoba kuliner Malaysia, rasa begah-lah yang mampir di samping rasa kari.
Usai makan, kami melanjutkan perjalanan ke Central Market atau Pasar Seni. Di sini tempatnya membeli souvenir-souvenir seperti gantungan kunci, kaos, sampai post card. Tidak hanya itu, di sini juga tersedia macam-macam kerajinan tangan lainnya, seperti tas. Akan tetapi, harga yang ditawarkan tempat ini relatif menengah ke atas. Untuk itu saya hanya membeli—backpacker loh ini—beberapa buat post card yang satunya hanya dihargai RM0,8.
Nah, kalau di Pasar Seni harga-harga dibanderol mahal, beda halnya dengan di Petaling Street. Walau seperti pasar kaki lima sekalipun, banyak turis dengan berbagai warna kulit loh di sini. Jadi, disarankan kalau ke KL, lebih baik berbelanja oleh-oleh seperti kaos di Petaling Street. Karena harga yang ditawarkan lebih murah. Olrait?
Puas berkeliling China Town, kami melanjutkan petualangan menuju Merdeka Square. Nah, ini seperti kawasan monas di Jakarta. Terdapat halaman yang luas dengan bendera, yang kata teman saya biasa dijadikan tempat upacara saat hari kemerdekaan. Terdapat pula mozaik foto PM Malaysia dari masa ke masa. Saya pun sempat berfoto dengan mozaik dari PM Malaysia sekarang, yaitu Najib Razak, hehe.
Tak lupa, di seberang halaman yang luas itu, terdapat sebuah bangunan peninggalan Inggris, yang bentuknya hampir mirip dengan bangunan Big Ben di London. Wuhuuu…
Di sekitar Merdeka Square juga terdapat KL City Gallery dan Perpustakaan Kuala Lumpur. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah KL City Gallery. Di depan bangunan galeri ini pun terdapat instalasi ‘I Love (dengan tanda hati) KL’. Tak disangka, banyak turis yang mengantri hanya untuk berfoto dengan instalasi tersebut. Mungkin saking populernya isntalasi itu juga, sampai-sampai disediakan seorang petugas untuk mengatur.
Setelah mendapat giliran dan berfoto, kami langsung saja masuk ke dalam galeri. Hal yang pertama kami temui adalah cerita tentang sejarah kota Kuala Lumpur, dan beberapa replika landmark KL seperti Masjid Jamek. Setelah itu, kami pun naik ke lantai dua, dan masuk ke sebuah studio pertunjukan.
Saya mau nangis rasanya saat melihat apa yang terdapat dalam studio itu. Apa yang ada? Sebuah miniatur kota Kuala Lumpur lengkap terpajang apik memenuhi satu ruang studio tersebut. Ketika pertunjukan hendak dimulai dan lampu dipadamkan, miniatur itu pun berkelap-kelip layaknya kota pada malam hari. Tak ketinggalan, pertunjukan video “penjualan” Malaysia pun diputar.
Oh… betapa sebenarnya Jakarta juga bisa seperti itu. Dan sebenarnya, memang bisa asalkan punya kemauan untuk memperbaiki.
Usai menonton pertunjukan yang mengharukan saya, kami lantas turun kembali ke lantai satu, dan menuju ruang pameran hasil kerajinan. Beberapa orang di ruang pmarena pun terlihat tengah menuntaskan hasil karya mereka, yaitu membuat miniatur-miniatur dari kayu.
Di ruang pameran juga telah dipajang beberapa hasil kerajinan tangan dari kayu, salah satunya adalah lukisan. Tak ketinggalan, mereka juga menjual souvenir yang terbuat dari kayu, seperti pembatas buku. Bagus, dan harganya kalau tidak salah ingat adalah sekitar RM10.
Puas berada di KL City Gallery, kami melanjutkan petualangan ke bangunan di sebelahnya, yaitu Perpustakaan Kuala Lumpur. Ini bukan perpustakaan nasional, jadi memang tidak memiliki ukuran bangunan yang besar.
Tidak banyak yang berbeda dari perpustakaan ini dengan perpustakaan daerah di Jakarta. Akan tetapi, saya sedikit kagum ketika habis membaca, ternyata buku yang habis kita baca tidak perlu dikembalikan sendiri ke tempatnya semula. Cukup dengan ditaruh saja di troli petugas, untuk selanjutnya petugas perpustakaan-lah yang mengembalikan buku-buku itu ke tempat semula. OMG… enak sekaliii.
Puas sedikit membaca hasil karya tulis orang-orang negeri jiran itu, kami pun berencana untuk ke IKEA! Yeah…
Bersambung….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H