Mohon tunggu...
Ramly AminSimbolon
Ramly AminSimbolon Mohon Tunggu... Editor - JOBLESS

Seorang pensiunan yang low profile, hobi membaca berita, terutama berita-berita politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mencurigai Orientasi PKS Meninggalkan Anies Baswedan

15 Agustus 2024   14:30 Diperbarui: 15 Agustus 2024   14:34 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

DI tengah gonjang-ganjing politik kontemporer terkait perkembangan di tubuh Partai Golkar yang disertai tudingan adanya  “cawe-cawe” Jokowi, satu isu lain yang  tak kalah menarik dan menjadi sorotan masyarakat saat ini adalah isu pencalonan Anies Baswedan.

Isu pencalonan Anies  untuk jabatan gubernur Jakarta periode mendatang  ini menggiring orang kepada  pertanyaan: bagaimana wajah sesungguhnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini dikenal kental dengan politik dakwah dengan segala atribut keislamannya.

Apakah PKS  selaku Parpol yang berawal dari gerakan aktivitas dakwah Islam ini tak ada bedanya dengan parpol lain,  pragmatis?

Jika pragmatisme politik secara bebas dapat diartikan sebagai  orientasi parpol yang cenderung jangka pendek, tanpa mempertimbangkan  aspek ideologis/ jangka panjang, keputusan PKS meninggalkan Anies  dalam pencalonan gubernur  dapat disebut berorientasi jangka pendek.

Aspek aspek ideologis seperti kesamaan visi, misi, dan aspek ideologis lainnya terkait cita-cita serta praksis pembangunan yang bermuara kepada keadilan untuk rakyat, menjadi terabaikan.

Demikian juga hubungan baik selama ini, sejak 2017, yang melahirkn kondisi saling menguntungkan, yang melatari PKS bersama PKB dan Nasdem mencalonkan Anies  pada Pilpres baru lalu.

                                                                                                                        ***

Harus diakui, isu ini tak hanya menarik perhatian warga Jakarta, tapi juga secara nasional, mengingat posisi Anies  Rasyid Baswedan di kancah perpolitikan tanah air.

Bukan hanya sebagai mantan Gubernur Jakarta, Anies adalah  tokoh nasional, mantan menteri dan  mantan calon presiden yang sudah menunjukkan kapasitas dan kapabilitas dirinya.

Anies diputuskan sebagai bakal Cagub oleh DPP PKS 20 Juni 2024, deklarasi pasangan Anies Sohibul Imam sehari kemudian, walau sebelumnya PKS sudah dirayu Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang  menawarkan posisi bakal cawagub.

Karenanya, agak aneh dan terasa janggal bagi masyarakat luas, ketika mendengar tiba-tiba saja Anies Baswedan  bakal ditinggalkan begitu saja. Argumen untuk isyarat selamat tinggal ini pun hanya karena masalah teknis.

Video rekaman suara  Ketua DPW PKS Jakarta, Khoirudin, yang beredar di masyarakat menyebut-nyebut tentang batas waktu 40 hari bagi Anies untuk mencari mitra koalisi, karena untuk pencalonan gubernur DKI, PKS tidak bisa sendiri (tidak cukup suara).

Penjelasan Khoirudin itu sendiri sebagai reaksi atas pernyataan Anies yang membantah bahwa dirinya diberi tahu tenggat waktu 40 hari tersebut.

Hemat penulis, tak ada bahasa lain yang bisa digunakan untuk menyebut pernyataan Khoirudin ini kecuali masalah teknis. Tak tahu kalau pihak PKS sendiri menyebutnya masalah apa.

                                                                                                                    ***

Yang membuat isu ini terasa janggal lalu berkembang ke arah kecurigaan, adalah diangkatnya masalah teknis ini di tengah gencarnya gerilya yang dilancarkan KIM (pengusung Prabowo-Gibran pada Pilpres lalu), yang kemudian diplesetkan menjadi KIM Plus.

KIM Plus dimaksudkan sebagai koalisi  pengusung Ridwan Kamil sebagai calon gubenur Jakarta ditambah beberapa partai lain yang sebelumnya disebut-sebut bakal mengusung Anies, seperti PKB dan Nasdem.

Hal lain adalah, pernyataan Presiden PKS Ahmad Syaikhu usai menerima Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep (putra Jokowi) Juli lalu, yang memberi isyarat PKS bisa saja berkolaborasi dalam upaya pemenangan Kepala Daerah/Wakil sebagaimana  terjadi di Banten dan Kabupaten Lebak.

Sementara tawaran posisi menteri di Kabinet Prabowo kepada PKS, walau masih  sebatas isu, tetap bisa menggoda partai ini mengubah orientasinya, dari aspek idelogis ke aspek pragmatis.

Atau, mungkinkah ada faktor lain yang bisa membuat PKS tak bisa mengelak dari rayuan  KIM, bahkan tekanan?

Di era di mana hukum dijadikan alat sandera politik (Sukidi,Kompas,4 Juli 2024) segala kemungkinan bisa saja terjadi. Segala langkah politik bisa mengundang kecurigaan. 

Semogalah, sebelum batas dead line pencalonan gubernur (29/8), petinggi PKS mengkaji betul maslahat dari kebijakan yang diputuskannya.  Jangan justru merugikannya atau perjuangannya. (Penulis, anggota PWI 09.00.3171.90).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun