Sejarah hadirnya kapitalisme bersamaan dengan lahirnya revolusi industri. Tetapi tabiat eksploitasi itu merupakan titisan gen dalam sistem ekstraktif yang sudah ada pada sistem di Eropa Barat sebelum-sebelumnya. Menurut pangdangan Marx, "kekebalan kapitalisme salah satunya dikarenakan penguasaan alat produksi terkonsentrasi hanya pada ruang lingkup para kapital yang sudah diprivatisasi". Sehingga dalam sistem ekonomi dikenal dengan hak paten yang diberikan kepada para ilmuwan sebagai hak istimewa atas penemuannya dibidang industri yang dilindungi oleh hukum. Penghargaan itu hanya bisa ditukar oleh uang yang jumlahnya besar. Dan yang bisa melakukan itu hanya para pemodal (kapitalis).
Pada saat itu sampai sekarang ini hubungan para pemodal dengan sebagian ilmuwan sangat akrab sekali. Ini bisa dilacak sejarah muasalnya ketika pergolakan revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Prancis yang banyak gerakan dimodali oleh para saudagar kaya pada saat itu. Dan inilah kealpaan Marx yang di insyafi oleh tokoh-tokoh marxis yang dituduh melakukan reduksionis terhadap pemikiran Marx. Ketika Marx memetakan struktur sosial dalam masyarakat kapitalisme yang bertarung secara optimal hanylah dua kelas yaitu, Borjuis (kapitalis) dan Proletar (buruh). Sedangkan Lumpenproletar (insyiur, ilmuwan, pelajar) ditempatkan pada posisi yang pasif dalam masyarakat kapitalisme.
Pada saat sekarang banyak alih-alih katakan bahwa kita sudah berada pada zaman Post-modernisme atau sesudah modernitas yang menjadi satu corak zaman peradaban manusia. Karena hanya sesudah modernitas bukan menyudahi modernitas maka Post-modernisme tidak menawarkan satu corak peradaban baru yang khas pada zamannya. Terkecuali sumbangannya dalam linguistik sebagai upaya mendekonstruksi subjek. Dan hal ini sangat memperkaya kajian sekarang yang marak terkait dengan hermeneutika dan fenomenologi untuk membaca realitas.
Ihwalnya, kapitalisme yang merupakan prodak manusia abad modern belum mendapati ujungnya di zaman post-modern. Seperti yang dikatakan diatas, Post-modernisme bukanlah menyudahi modernitas melainkan hanya melampaui modernitas. Karena itulah kapitalisme pada abad Post-modern menkodifikasi dirinya sedemikian rupa untuk mengeksploitasi melebihi zaman yang sebelumnya (modernisme).
Jadi abad Post-modern adalah abad untuk melipatgandakan nilai dan sistem eksploitasi dalam masyarakat kapitalisme. Maka yang terjadi adalah hiper-eksploitatif diberbagai struktur sosial dalam masyarakat kapitalisme.
Mensiasati Romantisme
Jika berbicara romantisme maka pikiran kita langsung tertuju pada suatu hubungan kasmaran. Dalam sastra Indonesian kita kenal salah satu tokoh sastrawan yang karyanya mengharum sampai kini, Buya Hamka menulis romansa sepasang kekasih (Zainuddin dan Hayati) di dalam novelnya "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Hubungan mereka kandas pada keluarga Hayati tetapi bukan cintanya. Membaca novel tersebut memberikan keterangan pada kita bagaimana sistem patrimonial pada saat itu menghegemoni dalam struktur sosial masyarakat Indonesia pada umumnya dan Minangkabau pada khususnya.
Hayati mencintai Zainuddin bukan karena "apa adanya" melainkan "ada apanya" begitu juga cinta Hayati pada Zainuddin. Mereka menjatuhkan perasaan cinta secara bersama ketika keduanya saling menatap. Ada yang dimiliki oleh Hayati yang membuat Zainuddin jatuh cinta begitu juga sebaliknya.
Tetapi Hayati dan Zainuddin bukanlah Romeo dan Juliet yang dikisahkan oleh penulisnya William Shakespeare sebagai kisah romansa yang mampu memperjuangkan cintanya dengan melawan kemapanan sistem yang ada pada saat itu. Kisah Romeo dan Juliet ini menjadi semacam roman yang heroik pada masa abad 18 yang digandrungi oleh gerakan romantisme.
Gelombang romantisme pada saat itu merupakan gerakan yang setidaknya memberikan pengaruh terhadap tata krama feodal yang cenderung dogmatis dan statis. Pada periode sekarang romantisme seolah kehilangan sejarah dan gerakannya.
Walaupun nampak secara artifisial lewat atribut yang ditujukan oleh generasi mileneal tertentu sebagai penegasian terhadap abad modern yang didominasi budaya dan sistem kapitalisme, namun gerakan itu belum mendapatkan formula gerakan yang terstruktur dan sistematis. Ataukah memang itu adalah tipologi dari gerakan romantisme yang mengharamkan limited-group yang dianggap suatu kekangan terhadap individu yang merdeka? Jika iy, maka semangat romantisme yang dulunya anti-feodalisme sebagai wujud pengkultusan atas individu yang termanifestasi pada seorang raja terbatalkan dengan sendirinya atas gerakan yang dibangun tanpa konsolidasi kolektif.