”Ya, nggak sih, seikhlasnya saja. Tapi sudah lazimnya kok kalau ke salon mesti ngasih uang tip, biasanya sih variatif 10rb - 20rb gitu”, jelas teman saya.
“Ooow begitu, saya bener-bener tidak tahu”, jawab saya.
Sejak saat itu sampai saat ini saya belum ke salon lagi. Di benak saya masih saja ada perang bathin, bagaimana jika nanti saya ke salon, antara ikhlas ngasih, terpaksa ataukah menjadikan sebuah kebiasaan yang lama-lama bisa mejadikan budaya. Kejadian berikut di bengkel resmi sepeda motor. Minggu kemarin saya mau menyervis motor saya kebengkel sendiri. Sebelumya memang kalau mau pergi kebengkel itu urusan kakak saya yang laki-laki. Berhubung beliau sibuk, terpaksa saya sendiri yang minta ngotot ditemani calon suami saya. Maklum ga tau bengkel yang bagus di Jakarta. Lagian banyak cowok-cowok semua jadi agak malu kalau kesana sendirian hehehe.... Nah sambil, menunggu servis motor di bengkel resmi calon suami saya bilang begini,
“Hun.. siapin uang 10-rb pas buat ngasi uang tip kepada mereka nanti kalau sudah selesai, ya! Ga ada receh, ini ada 100-rb an. Kasi uang pas saja” katanya.“Uang tip? emang ngasi kepada mereka juga? bukannya sudah digaji oleh perusahaan dimana dia bekerja?, tanyaku heran.”Ya kalau di sini emang kaya gitu, cuma di bengkel yang resmi saja. Kalau bengkel biasa mah ga usah. Nanti kita bayar juga ke kasir berapa habis ongkosnya gitu”
Dan benar saja saya lihat langsung melihat orang yang servis motor memang ngasi uang tip kemereka secara sembunyi sambil menyerahkan kunci kepelanggan. Dan Setelah calon suami saya bayar di kasir, baru ngasi juga keorang yang nyervis motor saya pake uang yang saya sediakan dari tadi. Saya bener-bener baru tahu, mesti ngasih uang tip kepada mereka. Hampir 3 tahun saya di Batam sejak beli motor baru, terus dapat gratis servis 3 kali di bengkel resmi dan seterusnya saya ke bengkel itu juga. Tapi tidak pernah sekalipun ngasih uang tip ataupun dikasi tahu sama teman-teman disana harus meberikan uang tip seikhlasnya. Mungkin tiap daerah punya kebiasaaan yang berbeda-beda kali ya.
Nah sekarang saya mulai bingung lagi jika nanti mau ke salon atau ke bengkel, perlukah memberikan uang tip?. Sejak kapan ada uang tip seperti itu? atau memang saya yang kurang tahu keadaan atau bagaimana? terus terang, setelah dikasi tahu saya agak keberatan untuk memberikan uang tip kemereka. Lebih baik kepengemis, pengamen atau anak jalanan, fakir miskin atau yang lainnya yang benar-benar membutuhkan.
Namun disatu sisi saya sebagai orang jawa merasa tak enak hati kalau tidak memberikan uang tip karena sudah terlanjur dikasih tahu. Karena itu sudah menjadi kebiasaaan. Kebiasaan yang membudaya. Yang ditakutkan jika tidak memberikan uang tip, besok-besoknya jika ke tempat yang sama akan dilayani tidak memuaskan.
Mungkin banyak juga uang tip di tempat-tempat lain yang belum saya ketahui. Sah-sah saja ngasih kepada mereka. Tergantung dari pelanggannya. Apalagi di pemerintahan jumlahnya pastilah banyak. Menurut saya itu termasuk suap menyuap kecil-kecilan yang tidak kita sadari dan akan membentuk pola pikir yang tidak baik dimasyarakat. Seperti guyonan adik saya, “mau mulus pake fulus dong” Apalagi yang sudah membudaya dimasyarakat. Jadi orang mau bekerja lebih baik jika dikasi uang lebih. Banyak korupsi, suap menyuap dimana-mana, baik kecil maupun yang besar-besaran. Salah siapa? salah orangnya? masyarakat? budayanya? pemerintah?
Jika mau memutuskan mata rantai itu memang dari diri sendiri dulu dan jika sudah tahu jangan memberi tahu yang tidak tahu.. lama-kelamaan juga akan hilang dengan sendirinya. Mungkin saja begitu.
2). Tentang Sepakbola dan PSSI.