Mohon tunggu...
Ramlan Nugraha
Ramlan Nugraha Mohon Tunggu... -

Blogger Bandung, aktif di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO). Pernah terlibat memfasilitasi penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil di Papua Barat dalam program Australia Indonesia Partnership for Desentralization.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Pragmatisme dan Idealisme?

22 Februari 2013   07:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:54 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pindah partai untuk masa depan yang lebih cerah. Demikian tagline yang mostly orang Indonesia yakini. Silahkan para politisi berbusa-busa menyampaikan alasan kepindahannya, tapi toh itu tak membuat masyarakat kita mudah percaya. Apapun itu, mereka tak akan pindah kalau urusan politik ke depannya tidaklah pasti.

Yang menjadi hangat adalah apakah ada faktor 'Wanita' disini. Seakan tidak mau kalah dengan kasus gratifikasi perempuan yang diselidiki KPK, kepindahan seorang politisi pun bisa jadi karena ada sesuatu ayang menjadi tawaran menarik. Masih ingat dulu, pernah membaca sebuah majalah Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) disebutkan bahwa kenapa Soekarno mengijinkan Faham Nasakom beredar di Indonesia? Disebutkan dalam majalah tersebut bahwa, dalam sebuah lawatan Soekarno ke Moskow, dia ditawari seorang perempuan Rusia yang sangat cantik jelita. Soekarno pun terperangkap rayuan. Video mereka di pegang oleh intel Soviet. Soekarno diberi pilihan, apakah mau videonya tersebar atau mengijinkan faham komunis masuk Indonesia. Alhasil, komunis pun bisa melanggeng ke Indonesia dengan perlindungan Soekarno. Begitulah politik, wanita kadang menjadi amunisi yang dahsyat untuk meruntuhkan kewibawaan seseorang. Dan tak mustahil, hal itu pun menjadi alasan kepindahan para politisi.

Idealism No 1

Harus diakui, masih ada para politisi yang menjadikan idealisme bernegara menjadi salah satu alasan kenapa mereka pindah partai. Kepindahan beberapa partai Nasdem dianggap karena Surya Paloh ternya menginginkan Nasdem berada di tangan dan kakinya sendiri. Ibarat kerajaan, Surya Paloh ternyata ketahuan memiliki sifat diktator dalam urusan berorganisasi. Bisa jadi, dalam urusan ini, eks kader partai Nasdem yang pindah karena benar-benar sudah tak tahan dengan kekacauan partainya tersebut.

Beda dengan Nasdem, ada juga ternyata beberapa politisi yang 'gagal' bertarung memilih untuk hidup di jalur lain. Dalam kasus langka ternyata ada juga eks parpol yang msuk ke Hizbut Tahrir. Keduanya sama-sama Partai (Hizb) tapi beda jalur. Tapi toh ada ternyata mantan politisi yang seperti itu.

Penutup

Pindah partai bukan sesuatu yang tabu bagi masyarakat Indonesia yang kenyang akan kehidupan politiknya. Pindah partai masih berkonotasi 'negatif' karena seringkali para aktornya membawa pesan-pesan pragmatis bukan untuk kepentingan masyarakat pada umumnya. Dan terakhir, berapapun politisi yang loncat partai, tidak akan berpengaruh pada kualitas kehidupan masyarakat apabila mereka tidak membawa perubahan dalam parati barunya, atau sekedar menjadi kacung penguasa **

Ramlan Nugraha

Bandung, Ba'da Jumatan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun