Mohon tunggu...
Ramlan Nugraha
Ramlan Nugraha Mohon Tunggu... -

Blogger Bandung, aktif di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO). Pernah terlibat memfasilitasi penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil di Papua Barat dalam program Australia Indonesia Partnership for Desentralization.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Pragmatisme dan Idealisme?

22 Februari 2013   07:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:54 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena pindah partai biasanya hinggap menjelang selebrasi pemilihan. Hampir setiap politisi yang pindah partai biasanya menggunakan alasan, 'sudah tak sejalan dengan partai dulu'. Namun apa benar itu berasal dari hati sanubari mereka yang terdalam? tentu kita tidak tahu, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Kenapa Jelang Pemilihan ?

Hari ini, tentu sangat wajar jika publik menaruh curiga kepada para politisi yang pindah partai. Terlepas pindah partai karena inisiatif sendiri, atau terpaksa karena mereka ditendang oleh partai lama. Orang bilang, untuk mencari masa depan yang lebih cerah. Demikian adanya opini yang beredar dan tentu mungkin ada benarnya juga. Opini tersebut tidak sekedar asal bunyi, masyarakat banyak belajar dari pengalaman yang sudah dilewati. Toh, pemilihan bukan hanya di tingkat nasional saja, tapi mulai dari pilkades, pilbup/pilwalkot dan pilgub, rakyat kita ikuti dengan penuh khidmat.

Saya ambil contoh di Jawa Barat. Karena saya tinggal di sana, jadi cukup punya banyak masukan. Contoh yang paling populer yaitu kepindahan Dede Yusuf dari Partai Amanat Nasional (PAN) ke Partai Demokrat. Awalnya, publik mendengar bahwa alasan Dede Yusuf pindah partai karena visi yang tidak sejalan. Namukemudian, selang berapa waktu kemudian, Kang Dede malah dicalonkan oleh partai barunya tersebut. Iwan Sulandjana, ketua DPD Partai Demokrat Jabar pun seakan meradang, alih-alih sudah ngiklan dimana-mana tapi apa boleh buat, disalip oleh 'anak kemarin sore'. Kang Dede memang elektabilitasnya cukup bagus di Jabar, sehingga DPP pun cukup yakin mengusungnya jadi Jabar-1 mendampingi Lex Laksamana.So, pindah partai ala Dede Yusuf ternyata mengantarkan dirinya menjadi cagub partai barunya. Sesuatu yang mendapat 'dua jempol' dari berbagai pihak.

Lain lagi ceritanya dengan Dada Rosada, Walikota Bandung sekarang. Kepindahan dirinya dari Partai Golkar ke Partai Demokrat karena kekalahannya dengan MS. Irianto alias Kang Yance waktu Musda PG terakhir. Tak ingin ada dua bintang, Dada Rosada yang sudah digadang2 forum komunikasi ormas Islam se-Bandung menjadi calon Gunernur akhirnya pindah ke Partai Demokrat. Namun apa daya, di partai barunya, ternyata Kang Dada tidak bisa menyaingi kepopuleran Dede Yusuf. Sayang seribu sayang, pindah partai pun tak berujung sukses. Dada Rosada mungkin akan pensiun atau kalau masih siap, bertarung di Pilgub 2018.

Karena Dipecat

Tak Jarang pindah partai pun disebabkan karena dipecat oleh partai sendiri. Kasus di Sumedang misalnya, Sekretaris DPC PPP Sumedang dipecat karena nekad nyalon sebagai wakil bupati bersama calon partai lainnya. DI Kabupaten Bandung Barat juga terjadi hal serupa, wakil ketua DPRD KBB asal Partai Golkar yaitu Tatang Gunawan dipecat partai karena mencoba-coba mendaftar sebagai calon wakil bupati incumbent. Namun dewi fortuna mungkin tak menghampiri, incumbent malah memilih orang lain, dan dirinya pun tak terpilih. Habis jatuh terkena tangga, demikian ungkapan yang tepat untuk kang Tagun. Jadi calon tak jadi, dipecat partai pun jadi pilihan pasti. So, akhirnya pindah partai solusi terbaik.

Infiltrasi ?

Namanya politik apapun bisa terjadi. Bisa jadi titah sang ketua kepada bawahan untuk melakukan infiltrasi menjadi salah satu cara terbaik untuk memenangkan pertarungan di jagad demokrasi ini. Tidak hanya zaman Orba, orang-orang Golkar disusupkan ke PPP atau PDI. Sejak zaman Masyumi pun demikian. Atau malah eranya Ikhwanul Muslimin di Mesir pun demikian. Banyak partai atau organisasi hancur karena kerjaan 'orang bayaran' ini. Waktu pileg 2009 kemarin, media menyebut Soeripto sebagai alumni SI Merah yang sengaja disusupkan ke PKS. Namun kita tak tahu faktanya seperti apa, toh Soeripto dan PKS-nya pun adem-adem saja. Malah elmu intelijen Soeripto banyak dipakai oleh PKS. Jadi tak heran, mereka lebih faham apa yang disebut konspirasi. Toh Soeripto adalah salah satu orang yang mumpuni di bidang ini.

Bukan maksud untuk menuduh, Partai Golkar punya rekam jejak yang bagus dalam urusan susup menyusupi. Para kader mereka kini tersebar di berbagai partai politik. Partai sekarang yang berkuasa pun tak terkecuali banyak yang dihinggapi oleh eks kader mereka. Pindah partai bisa jadi untuk mengumpulkan data partai lain yang digunakan untuk kepentingan partai yang diyakini memberikan keuntungan yang lebih untuknya.

Harta, Tahta dan Wanita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun