Â
      Kegiatan nongkrong dan minum kopi kini sudah menjadi trend atau gaya hidup di kalangan masyarakat Yogyakarta. Nongkrong atau kegiatan bercakap-cakap dengan pembicaraan remeh sampai serius ini memang sudah menjadi tradisi warung kopi sejak dulu. Fenomena menjamurnya bisnis kafe dan coffeeshop di Yogyakarta tentu tidak dapat dipisahkan dari kegiatan nongkrong tersebut. Kebiasaan baru ini diciptakan oleh dominasi anak muda yang menyebabkan trend kafe dan coffeeshop terus naik.
      Hal ini kemudian membuka peluang untuk para pebisnis dalam mengikuti trend anak muda yang sedang naik daun. Secara pengertian, kafe merupakan tempat bersantai dan berbincang dimana pengunjung dapat memesan minuman dan makanan, sedangkan coffeeshop merupakan suatu tempat untuk membeli minuman kopi. Pada hari ini, keduanya kemudian dikonsep menjadi satu hal yang saling melengkapi. Apabila sebelumnya coffeeshop hanya menjual kopi tanpa bisa minum ditempat, kini banyak coffeeshop yang menerapkan konsep kafe dalam pendiriannya.
      Andre Setiyawan Owner dari Tilasawa Coffee memaparkan bahwa alasan pendirian dan pengembangan coffeeshop bersamaan dengan Kolaborasi Space adalah bentuk pengembangan untuk memadukan trend coffeeshop dan kafe yang menjamur di Yogyakarta.
"Kolaborasi Space itu milik teman saya, menyikapi gaya anak muda yang sekarang gemar nongkrong makanya kami bentuk dua tempat ini menjadi coffeeshop buat nongkrong, " tutur Andre kala diwawancarai melalui WhatsApp call.
      Kolaborasi Space merupakan tempat yang memfasilitasi pertemuan atau meeting dari suatu komunitas atau teman kerja. Fasilitas yang didapatkan dari penyewaan ini hanyalah ruangan dan jika akan membeli makanan atau minuman pelanggan musti memesan di kantin kolaborasi yang menunya tidak terlalu lengkap. Andre kemudian memaparkan bahwa alasannya membangun Tilasawa Coffee adalah sebagai kantin yang lebih besar dan lengkap untuk customer Kolaborasi Space. Dalam melihat perkembangan trend di Yogyakarta, Andre memaparkan bahwa Tilasawa Coffee justru lebih ramai dibandingkan dengan Kolaborasi Space.
"Karena menyesuaikan trend, kemudian Tilasawa diperluas dan akhirnya bisa dibilang Tilasawa Coffee menyediakan coworking space dari yang awalnya Kolaborasi Space menyediakan kantin," jelas Andre.
      Andre memaparkan trend nongkrong yang dilakukan oleh remaja ini merupakan salah satu hal yang potensial untuk perbisnisan di Yogyakarta. Kemudian paparan ini juga diikuti bentuk kekhawatirannya terhadap bisnis coffeeshop yang ia jalankan. Ia menjelaskan bahwa kini kualitas kopi yang dijual belum tentu menyebabkan orang datang dan loyal terhadap produk yang kita punya. Jelasnya, bisnis coffeeshop ini menjual tempat dan kenyamanan, bukan minuman dengan bahan kopi.
      Febrianto Dwi Prasetyo salah satu mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta saat ditemui memaparkan bahwa nongkrong merupakan kegiatan yang hampir ia lakukan setiap hari bersama teman-temannya.
"Dulu ketika SMA biasanya kita nongkrong di Warung Indomie (Warmindo), namun setelah ramainya coffeeshop kita mulai pindah tempat karena lebih nyaman," ungkap Febri.
      Kenyamanan tempat dan kualitas makanan yang lebih terjamin ini kemudian menyebabkan munculnya cap "mahal" terhadap coffeeshop. Pasalnya dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, rata-rata satu gelas kopi yang ada di berbagai coffeeshop di Yogyakarta dibanderol dengan harga Rp18.000-Rp27.000. Jika di Warmindo seseorang sudah bisa makan dan minum dengan uang Rp18.000, di coffeeshop seseorang hanya dimanjakan dengan tempat yang nyaman dan instagramable.
      Febri memaparkan bahwa kenyamanan dan keestetikan tempat sangat berpengaruh terhadap minat pelanggan yang datang ke sebuah coffeeshop. Febri memaparkan bahwa orang datang ke coffeeshop bukan untuk membeli coffee atau makanan yang dijual, namun lebih dengan alasan tempat yang instagramable. Menurut Febri, tempat yang nyaman untuk berkumpul dengan teman lebih worth it daripada makanan yang enak namun tempat yang bising.
      Vania Sekar salah satu manager coffeeshop yang sekarang bekerja di Pas Podjok Coffee and Eatery memaparkan bahwa bisnis coffeeshop dengan konsep kafe merupakan hal yang sedang naik daun dan menjamur di Yogyakarta. Vania memaparkan bahwa kini kualitas kopi dan makanan dari sebuah tempat justru dikesampingkan dibanding keestetikan bangunan. Untuk bertahan dengan bisnis coffeeshop ini, owner harus mampu untuk terus melakukan inovasi untuk memberikan kenyamanan pada pelanggan.
      Vania juga memaparkan bahwa konsep yang dibawa di suatu coffeeshop harus matang sehingga dapat dimanfaatkan sebagai ajang pemasaran. Dalam wawancara ia memaparkan bahwa kini usaha coffeeshop yang tidak terbendung jumlahnya rata-rata tidak memiliki karakteristik sehingga hal inilah yang kemudian harus dijual untuk terus meningkatkan pemasaran di tengah menjamurnya trend coffeeshop dengan konsep kafe di Yogyakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI