Mohon tunggu...
Sindi Maulana
Sindi Maulana Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Teruslah berlari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Politik dan Pemerintahan Islam di Bawah Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar

22 Oktober 2019   07:30 Diperbarui: 23 Juni 2021   07:18 4436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem Politik dan Pemerintahan Islam di Bawah Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar. | freepik

Oleh: Sindi Maulana

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai Rosululloh utusan Allah yang terahkir (Khatami Al-Anbiya' wa Al-Mursalin) tidak dapat digantikan oleh siapapun tapi peran Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat islam harus cepat ada penggantinya. 

Maka setelah wafatnya Rosululloh orang yang mengganitkannya sebagai pemimpin umat islam disebut "Khalifah" atau "Khulafaurrasidin"yang artinya pengganti Rosululloh untuk memimpin umat islam atau kepala kaum muslimin yang akan membawa kaumnya ke jalan yang benar seusai yang telah dilakukan pada kepemimpinan Rosululloh dan menjaga hukum-hukum islam sebagai sistem pemerintahanya. 

Dia yang akan selalu menegakan kedailan yang beradasarkan kebenaran dalam islam. Diambil dari perkataan Musyrifah Susanto (Sunanto, 2003, p. 14) "khalifah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi Muhammad (setelah wafat) dalam kepemimpinan Negara Islam" .

Khulafaurrasidin adalah pemimpin setelah atau pengganti Nabi Muhammad SAW. Islam merupakan sebuah ajaran dan islam juga sebagai insitusi Negara, pada masa kepemimpinan khulafaurrasidin islam mulai berkembang dan tumbuh.

Baca juga: Meneladani Kejujuran dan Kedermawanan Kekasih Rasulullah Abu Bakar As Siddiq

 Dalam insitusi islam kedaulatan yang tertinggi hanya ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti setelah Nabi Muhammad SAW tidak susah payah untuk merumuskan hukum baru, mereka hanya harus melaksankan hukum yang sudah ada dan mengembangkan sistem pemerintahan yang akan membawa islam yang lebih maju. 

Pada tulisan ini akan membahas Khalifah pada masa Abu Bakar Ash-Siddiq yang dimulai sejak pengangkatanya sampai sistem pemerintahan yang telah dilakukan untuk umat isalm.

A.Biografi Khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq

Abdullah bin Abu Qhuafah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Lu'aib bin Ghalib bin Fihra Al-Quray At-Taimi radhiyallahu'anhu merupkan nama lengkap Abu Bakar. Disebutkan dalam beberapa buku sejarh sebelum Abu Bakar masuk islam ia bernama Abdul Ka'bah. Setelah masuk islam Rasululloh memangilnya Abdullah. Ada juga sumber yang lain mengatakan bahwa ia bernama Atiq nama lain dari Ka'bah (Bayt Al-Atiq). 

Setelah itu Abu Bakar diberi gelar Ash-Siddqi karena ketika terjadi Isra' Mi'raj ketka orang-orang pada saat itu mendustakan kejadian tersebut bahkan samapi dihina, sedangkan Abu Bakar membenarkan persitiwa yang telah dilakukan Rosululloh. 

Pada masa mudanya Abu Bakar berfprofesi sebagai pedagang layaknya masyarakat di Mekkah saat itu. Ia dikenal sebagai pedagan yang sukses, karena sikapnya yang santun, lemah lembut dan sikapanya yang lemah lembut. Karena sikapnya yang mudah bergaul ia kerap dijadikan tempat untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dikalangan mereka (Bahri, 2015, p. 13).

B.Sistem Politik dan Pemerintahan Masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H/632-634 M)

Selama Rosululloh sakit yang menggantikan imam sholat di masjid yaitu Abu Bakar yang ditunjuk langsung oleh Rosululloh, banyak yang menganggap ini merupakan indikasi bahwa Abu Bakarlah yang sah menjadi pengganti Rosululloh. Segera setelah kematian Rosululloh, para pemuka kaum Anshar dan Muhaijirin melakukan musyawarah diantara kalangnnya yang bertempat di Madinah, yang akhirnya penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin islam atau Khalifah islam setelah wafatnya Rosululloh. 

Namun apa yang terjadi keputusan tersebut menjadi sumber awal perdebatan. Penunjukan Abu Bakar menjadi Khalifah sangat kontraversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terbagi menjadi dua yaitu muslim Sunni dan muslim Syi'ah. 

Dalam pandangan muslim Syi'ah pengganti yang sah seharusnya Ali bin Abi Thalib berbeda dengan pandangan muslim Sunni yang berpendapat bahwa Rosululloh menolak menunjuk penggantinya dengan kata lain tidak ada pengganti. 

Kaum Sunni menyangkal pendapat kaum Syiah, karena Rosululloh dalam hal kecilpun sangat diperhatikan seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur dan lain-lainnya tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan untuk uamtnya.

Setelah kontraversial dan kebenaran pendapat masing-masing kaum, Ali sendiri mensetujui (berbai'at) terhadap penunjukan Abu Bakar menjadi Khalifah, mendengar pernaytaan Ali muslim sunni antusiasi dengan pernyataan tersebut dan mendukung Abu Bakar menjadi khalifah. Tapi kaum sy'iah menolak akan pengakuan dari Ali, karena mereka mengangap pengakuan tersebut bentuk kesedihan Ali setelah berbulan-bulan lalu istri Ali yaiut Fatimah meninggal dunia sehingga dia menutup diri untuk ikut serta dalam kehidupan berpolitik.

Abu Bakar menerima amanah menjadi khalifa ketika isalm dalam keadaan krisis dan gawat. Masalah yang muncul menjadi-jadi yaitu timbulnya perpecahan, muculnya para nabi palsu dan terjadi pemeberontakan yang mengancam eksitensi negeri islam yang baru di pimimpin kahlifah Abu Bakar. 

Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama yang terjadi di Balai Tsaqifah Bani Sa'idah yang menjadi titik mulanya terjadi perpecahan antra umat isalm akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan isalm, sebagian orang menafsirkan berakhirnya isalm (Dra. Susmihara, 2013, pp. 88-91).

Peristiwa Bani Tsaqifah Bani Sa'idah merupakan bukti pengangkatan Abu Bakar sebagai Khlaifah secara musyawarah mufakat umat islam dan merupakan atas kehendaknya sendiri. Setelah terpilihnya Abu Baka menjadi khalifah beliau menjalankan kekhalifaanya dengan perlahan-lahan baik sebagai pemimpin uamt islam maupun sebagai pemimpin pemerintahan. 

Adapun sistem pemerintahan yang Abu Bakar bersifat "Sentral". Jadi, semua kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif tepusat ditangan khalifah, meskipun demikian Abu Bakar dalam memutuskan suatu permasalahan selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Adapun kebijakan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam menjalankan kekhalifahannya yaitu:

Baca juga: Belajar dari Isra Mikraj, Belajar Meraih Keimanan yang Kuat dari Abu Bakar

1.Untuk memerangi kaum Romawi Abu Bakar mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid sebagai realasi yang di rencanakan Rosululloh yang belum terlaksanakan. Sebenarnya kebijakan Abu Bakar ini dikalangan para sahabat kurang disetujui. Para sahabat beranggapan bahwa masalah didalam negeri belum terselesaikan, karena pada saa itu muncul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah di masyrakat umat islam. 

Tetapi Abu Bakar tidak terlalu mendengarkan perkataan tersebut, Abu Bakar tetap mengirim pasukan ke Romawi karena menurutnya itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi syam merupakan langkah politik yang sangat strategis dan memberikan dampak positif untuk langkah pertama pemerintahaan dibawah kepemimpinan khalifah Abu Bakar. 

Meskipun keadaan isalm tegang setelah wafatnya Nabi SAW akan tetapi muncul interperensi di pihak lawan, sehingga para pemberontak yang ingin menyerang islam menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat islam dari perselisihan yang intern (Abari Syauqi, 2016, pp. 13-15).

2.Memerangi kemunafikan dan kemurtadan yang timbul setelah wafatnya Nabi SAW. Ada dua macam ornag yang melakukan murtad, yaitu:

*Mereka uang mengaku dirinya Nabi dan pengikutnya, yang termasuk yang di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.

*Mereka yang membedakan sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat

3.Sistem pemerintahan berdasarkan musyawarah. Ketika terjadi suatu permasalah Abu Bakar tidak menemukannya di Al-Quran dan tidak melihat permasalahan ketika masa Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar tidak langsung memutuskan oleh sepihak akan tetapi memanggil parasahabat dan tokoh-tokoh yang terbaik untuk membahas, mediskusikan dan diminta pendapatnya kemdian disimpulkan sehingga menjadi suatu kputusan dan peraturan.

4.Amanat Baitul Mal, dalam hal ini tidak ada interpernsi oleh siapapun, karena Baitul Mal merupakan amanat dari Alla SWT dan millik semua umat islam.

5.Konsep pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri pada rakyatnya. Dalam pidato Abu Bakar mengatkan: "wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusan mu, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Maka jika aku dapat menunaikan kewajibanku denga baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku salah luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang lamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaknya kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rosul-Nya, namun ketika aku tidak dapat taat maka kamu tidak perlu menaatiku.

6.Kukuasaan undang-undang, Anu Bakar tidak pernah menepatkan diri beliau diatas undang-undang, dan beliau tidak memeberikan kukuasaan anak sodaranya diatas undang-undang. Mereka semua dipandang sama dipandangan undang-undang seperti rakyat yang lain.

7.Pengumulan ayat-ayat Al-Qur'an, atas saran dan usulan dari Umar bin Khattab yang didukung oleh sahabat-shabat lain, Abu Bakar memberikan perintah kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an menjadi 30 juz. 

Umar meberikan usulan tersebut karena melihat para pengahafal ayat Al-Qur'an yang banyak gugur di mesan perang dan melihat ayat-ayat Al-Quran yag ditulis di daun-daun, kayu-kayu, tulang-tulang, mudah rusak dan ditakutkan Umar ketika parapenghafal hilang dan tulisan rusak kemurnian Al-Qur'an hilang. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq lantas memberi perintah kepada Umar bin Khattab untuk mengumpulkan semua ayat-ayat Al-Qur'an yang tersebar baik yang tertulis ataupu yang dihapal, deberikan kepada tim yang di ketuai oleh sahabat yZaid bin Tsabit, lemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintah Utsman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks Al-Qur'an hingga yang dikenal saat ini.

C.Pergantian Khlifah Abu Bakar ke Khalifah Umar R.a

Menurut Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih penggantinya kelak. 

Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, "Kami dengar dan kami taat." Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal 'Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.

Baca juga: Peradaban Islam pada Masa Khalifah Abu Bakar As Shiddiq

Kesimpulan

Khalifah Abu Bakar Ash --Shiddiq merupakan khalifah pertama yang memerintah umat islam yang dipilih secara musyawarah. Masa pertama pemerintahanya memiliki banyak permasalahan ketika perintah pertmanya untuk mengirim pasukannya ke Romwai tidak disenangi para shabat dan munculnya kemunafikan. 

Disamping itu, jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama islam adalah beliau memerintah mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur'an yang tersebar baik dari para penghafal dan tulisan-tulisan yang kemudian menyimpaan seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang sudah jadi naskah di rumah Siti Hafsah istri Nabi Muhammad SAW.

Tidak lebih dari dua tahun khalifah Abu Bakar mampu menegakan tiang-tiang agam islam. Termasuk diluar jazjirah Arab yang begitu luas. Masa khalifah Abu Baka merupakan masa Khalifah yang lain.

Daftar Pustaka

  1. Abari Syauqi, A. K. (2016). Sejarah Peadaban Islam. Yogyakrta: Aswaja Pressindo.
  2. Bahri, S. (2015). Sejarah Peradaban Islam Masa Khulafa Rasyidin. Tangerang Selatan Banten: Pustaka Aufa Media.
  3. dadangsadkar.com
  4. majlisdzikrullahpekojan.org
  5. Dra. Susmihara, M. &. (2013). Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Ombak.
  6. Sunanto, P. D. (2003). Sejarah Islam Klasik Perkebangan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.
  7. dadangsadkar.com
  8. majlisdzikrullahpekojan.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun