Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Pada Sebuah Pagi

1 Agustus 2013   15:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:44 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sarapan dulu, Ti. Sedikit saja!”

“Nanti lagi, Bu. Sarapannya di sekolah saja.”

“Ini buktinya! Ngakunya nggak pacaran, tapi jajan ditraktirin, pulang dianter …,” lagi sela Sukardi.

“Iya …! Pulsa juga diisiin. Mana mau Bapak ngasih duit buat beli pulsa!”

“Pulsamu itu dipake cuma buat pacaran. Mana mau Bapak kasih kamu duit buat beli pulsa!”

“Asti nggak pacaran!”

“Heh, asal tahu ya, Bapak kenal sama bapaknya si Olan itu. Kalian itu nggak seiman! Kamu jangan asal nerima pemberiannya, nanti kamu merasa punya hutang budi.”

“Asti juga tahu bapaknya Olan suka ke kecamatan ngurusin proyeknya. Pasti Bapak dapet duit juga dari bapaknya Olan. Padahal kita nggak seiman. Bapak pasti juga merasa berhutang budi.”

“Lihat itu, Bu! Pinternya anak zaman sekarang ya seperti ini. Pinter melawan! Mau jadi seperti si Aris, kau?”

“Lebih baik jadi seperti Bang Aris daripada seperti Bapak!”

“Heh, sudah hebat berdebat kau? Kau mau juga seperti dia hidup nggak jelas, nggak punya tujuan. ”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun