Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rezeki Samtari

19 Mei 2012   08:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:06 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.prince91.com/

Denger, Sam! Mumpung sekarang malam Jumat, cobalah kamu bangun menjelang subuh nanti. Salat malam. Bertobat. Minta dibukakan rejeki. Adukan semua kesusahanmu langsung pada Allah. Asalkan ikhlas Insya Allah akan diijabah.”

Sepertinya Samtari menyetujui itu. Mungkin dia belum pernah benar-benar melakukannya, mungkin dia hanya melakukannya tanpa keikhlasan. Samtari pun segera pamit, setelah diberi anggukan oleh Sagrip plus ditentengi sebungkus sisa kacang kulit yang diterimanya dengan malu-malu.

Malamnya, Samtari benar-benar mengikuti saran Sagrip. Lepas jam dua dia terbangun. Dalam kesadaran yang dipaksakan untuk segera terkumpul, menujulah dia ke bilik sumur. Berwudu lalu kembali ke rumah. Salat dua rakaat segera dia dirikan. Kali ini sepertinya gerakan-gerakan Samtari jauh lebih khusyuk. Pada rakaat tiap ruku dan sujudnya dibuatnya lebih lama dan syahdu. Selesai salam, dia ulangi salat dua rakaatnya. Khusuk lagi. Terus begitu sampai pengulangan kelima pada sujud terakhirnya, tertumpahlah air mata pada sajadah entah oleh sebab apa. Mungkin dia sudah mencapai pada ujung kepasrahan tertingginya. Ada beban yang terlepas hilang secara perlahan. Dibumbui isak yang begitu nyaring terdengar. Tapi tak ada yang begitu bisa mendengarnya di rumah itu, kecuali hanya Sang Maha Mendengar itu sendiri.

****

“Bangun, Bang!”

Samtari terkesiap. Guncangan tangan istrinya membuat matanya terbuka perlahan. Sudah terang ternyata. Dia pasti langsung tertidur setelah salat Subuh tadi.

“Ada kerjaan gali buat Abang, Pak RT yang minta!”

Ada pekik syukur yang sengaja tak terucap. Napasnya berkali tertarik dalam. Cepat betul Tuhan menjawab pintanya. Padahal baru semalam dia memohon keikhlasan dan kelapangan rezeki, belumlah sampai matanya terbelalak, Tuhan sudah menjatuhkan rezeki tepat di hadapannya. Subhanallah.

Cepet mandi, Bang. Terus sarapan. Ada tiga lubang yang mesti digali.”

Ah, tiga pula! Rasa syukur ini ingin rasanya Samtari panjatkan dengan segera bersujud. Tapi dia paham benar, sebagai penggali kubur, rezeki bagi dirinya bagaikan buah simalakama, karena tentu ada orang lain di sana yang berduka dan merasa kehilangan. Buru-buru kemudian Samtari menarik handuk. Bergegas menuju bilik sumur. Namun sedetik kemudian Samtari merasa ada semacam kekuatan yang membuat tubuhnya kaku dan melemas saat tangannya hendak meraih pintu bilik. Pada saat yang sama didengarnya jelas suara-suara menyaring dari mushola dekat rumahnya. Sebuah pengumuman duka cita.

Innalillahi wa innailaihi raji’uun, telah meninggal dunia Bapak Sagrip, Ibu Tri, dan Ananda Teguh warga RT 4 RW 12 pada pukul tiga lebih lima belas menit dini hari tadi. Jenazah akan dikebumikan di pemakaman Petratean pukul dua siang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun