*****
Hembusan dingin menyentuh tengkukku. Sudah lama aku tak merasakan ini. Tercium juga dengan sangat kuat aroma wewangi yang entah datangnya dari mana. Orang-orang dengan pakaian yang indah itukah? Lantai berkeramik mengkilap atau dari penjual parfum di muka lorong mol yang baru saja aku masuki. Bisa jadi dari ketiganya. Ini tempat persembunyian sempurna. Para keparat itu tak akan berpikir jika penjahat sepertiku bisa dengan leluasanya masuk dan menikmati ketengan di sini. Ini berkat tetanggaku yang kurus itu juga. Tak kukira ukuran baju dan celananya pas betul di tubuhku.
“Tunggu sebentar di situ!”
Seorang ibu baru saja berlalu di hadapanku. Kasir tempat pembayaran yang dia tuju lebih jauh jaraknya dari titik pertama kali aku masuk ke mol ini. Dua kali pandangannya tertoleh pada lelaki penjilat lollipop itu sebelum konsentrasinya terfokus pada belanjaannya yang mulai dihitung. Penjilat lollipop itu duduk sendiri. Lidahnya merah sekali saat kulihat lebih dekat.
Dia tersenyum menelan lidahnya. Aku juga ikut tersenyum. Sekilas kuanggap ini pun sebuah senyum tentang kebebasan dari pengejaran para keparat itu, atau jaminan bahwa aku bisa menghidupi diri lebih lama.
Aku duduk tepat di sebelahnya. Mencoba menghadiahkannya lagi senyum yang lebih nyaman.
“Hallo…!”
“Halo!”
“Siapa namamu, Nak?”
*****
Cirebon, 12 Januari 2011
Sumber gambar dari sini