Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertemuan dengan Sahabat

28 Desember 2010   01:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:19 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jadi Bapak bukan saudara Dayat yang saya maksud?”

Saya menatap matanya yang pasrah. Seolah sudah menjadi sebuah layar bioskop yang menayangkan kilasan hidup kami. Tentang persahabatan, perjuangan, kehidupan, derita dan duka, bahagia dan keberhasilan, cinta dan kegagalan. Saya seperti melihat diri saya sendiri, dirinya, dan kenyataan hidup antara saya dan dia, mungkin juga Nenden. Sampai semuanya terhenti pada satu pilihan yang ditawarkan oleh helaan nafasnya. Menjadi Dayat masa lalu atau menjadi Dayat saat ini.

“Bukan, Pak. Saya Asep Komarudin penjaga kios koran di sini.” Ya, saya sudah menentukan pilihannya.

“Begitu ya...” kata-kata yang penuh dengan ketidakpercayaan dan kental akan kekecewaan. Kelesuan mengalir di tubuhnya. Saya tahu dia sudah mengenali saya sejak tadi. Dia cuma ingin mendengar satu kejujuran dari saya, dan dia tidak mendapatkan itu. “Baiklah, mungkin lain kali saya masih sempat bertemu dengannya.”

Kemudian dia memberikan uang untuk dua buah koran yang dibelinya. Dibarengi dengan tatapan dan senyumnya yang lesu, dia kembali masuk ke mobilnya setelah mengucapkan terima kasih. Saya seperti telah memberinya oleh-oleh kekecewaan untuk melengkapi kenangan tentang saya di kehidupan masa depannya.

Selamat jalan teman. Maafkan saya telah mengakhiri persahabatan ini. Sejauh ini saya sudah berhasil berhenti membencimu karena telah merusak sebagian otak saya yang sakitnya terus terasa sampai sekarang. Berhenti memikirkan pengkhianatan karena telah memiliki wanita indah yang sempat mengguncangkan hati saya. Dan saya tak ingin hidup dalam kebencian serupa itu.

Ya, begitulah pertemuan saya dengan seorang sahabat di siang itu. Semuanya makin meyakinkan saya untuk terus hidup dan bertahan seperti sekarang tanpa kenangan-kenangan masa lalu. Karena selama ini hal itu cukup berhasil. Semoga saja saya tidak mengalami lain kali untuk pertemuan-pertemuan lainnya.

*****
Cirebon, cerpen lama yang gagal tayang media
*gambar hasil adaptasi dari www.fickr.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun